Tanggal 10 November diperingati sebagai hari Pahlawan oleh masyarakat Indonesia. Dahulu, kita mengenal sosok pahlawan adalah mereka yang membela negara dan berperang mengangkat senjata serta mengorbankan nyawa mengusir penjajah. Kini, arti pahlawan mengalami pergeseran pasca kemerdekaan. Sebutan pahlawan bukan saja ditujukan bagi mereka yang berperang membela negara tapi juga bagi mereka yang meneruskan perjuangan pahlawan terdahulu dalam hal mencerdaskan generasi penerus bangsa dan memajukan negara.
Guru sering disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Mengapa?
Karena sebesar apa pun jasanya, tidak ada tanda jasa yang ia terima. Guru memberikan semua yang mereka punya ke anak didiknya, mengajarkan membaca, menulis, berhitung tanpa meminta balasan apa pun dari mereka. Menjadi guru bukanlah pekerjaan yang mudah. Guru dituntut untuk bukan saja dalam hal ilmu pengetahuan tapi dalam ketekunan, kesabaran, dan perilaku hidupnya sehari-hari diharapkan menjadi pemberi inspirasi.
Tidak banyak yang memahami bahwa menjadi guru bukan hanya sekedar profesi tetapi juga pengabdian.
Pemerintah Indonesia sedang gencar-gencarnya meningkatkan kualitas dan kesejahteraan guru mengingat guru adalah pemegang salah satu kunci keberhasilan pendidikan di Indonesia dengan dikeluarkannya Undang-undang Guru dan Dosen tahun 2005. Salah satu realisasi dari undang-undang ini adalah dilaksanakannya program sertifikasi guru. Guru yang lulus program ini diberikan tambahan gaji yang besarnya sama dengan gaji pokok yang mereka terima dan hal ini pulalah yang saat ini menarik minat banyak orang untuk menjadi guru. Sudah hampir sepuluh tahun sejak UUGD tahun 2005 dikeluarkan namun sepertinya hal ini sepertinya belum menjangkau semua guru di Indonesia. Masih saja kita dengar di pelosok wilayah Indonesia terdapat guru-guru yang kurang mendapat perhatian.
Bapak Firmansyah*, seorang guru dari Tambora, Nusa Tenggara Timur dan Ibu Asnat Bell**, guru dari Nusa Tenggara Timur adalah dua dari sekian banyak guru di pelosok Indonesia yang mengabdikan dirinya di sekolah demi mencerdaskan generasi penerus bangsa. Bertahun-tahun mengabdi dengan status yang tidak jelas serta menghadapi berbagai kendala mulai dari gaji yang minim, fasilitas mengajar yang tidak memadai bahkan sampai keselamatan yang terancam pun tidak membuat mereka berhenti mengajar. Walaupun imbalan yang diterima memang tidak seberapa, mereka tetap ingin agar anak-anak didaerah mereka bisa terus belajar dan bisa membantu kemajuan daerahnya.
Masih banyak sekolah di pelosok Indonesia yang kekurangan tenaga pengajar. Oleh karena itu, perhatian pemerintah terhadap guru yang mengabdi di daerah-daerah seperti ini sangat diharapkan karena tidak banyak yang seperti mereka yang rela mengabdikan waktu dan tenaganya demi pendidikan generasi muda di tengah banyaknya kendala dan keterbatasan yang ada.
*: https://www.youtube.com/watch?v=SOtmFTI1EjY
**: https://www.youtube.com/watch?v=05X1mtzhQS8
Desak Putu Deni Putri Adnyani
Alumni Stockholm University, program International and Comparative Education