Oleh Marlodieka Wibawa.
Tahun ini hampir seluruh umat muslim merayakan Idul Fitri 1 Syawal pada Minggu 25 Juni 2017. Begitu juga di Göteborg, kota kedua terbesar di Swedia.
Seiring dengan kebijakan Pemerintah Swedia yang menerima lebih dari 100.000 pengungsi sejak periode 2012 hingga 2015 maka terjadi lonjakan penduduk muslim di Swedia. Hal ini dikarenakan mayoritas pengungsi berasal dari negara-negara pemeluk agama Islam seperti Suriah, Irak, Afghanistan dan Somalia.
Hal yang cukup menarik pada salat Id di Göteborg adalah waktu salat dibagi menjadi 3 gelombang, yaitu mulai dari pukul 08.00, pukul 09.00 dan pukul 10.00 untuk dapat menampung jumlah jemaah yang melakukan salat Id. Hal ini dilakukan karena membludaknya penduduk muslim beberapa tahun terakhir dan kapasitas masjid agung (grand mosque) di Göteborg yang tidak terlalu besar.
Kebijakan ini sangat membantu umat muslim di Göteborg untuk tetap dapat beribadah dan menghindari ketidakpastian cuaca. Walaupun 1 Syawal jatuh pada musim panas namun cuaca di Göteborg tetap dingin berkisar 14-18 derajat Celcius. Belum lagi hujan yang turun pada saat waktu salat pada tahun ini membuat tantangan tersendiri bagi umat muslim di Swedia. Jemaah terlihat memadati masjid sejak pukul 07.00 hingga pukul 10.00 yang silih berganti sesuai waktu yang di pilih untuk dapat menunaikan salat Id di masjid yang paling besar di kota ini.
Masjid 2 lantai dengan luas 2.000 m2 ini merupakan masjid dengan sentuhan Skandinavia namun tetap miliki ciri khas ornamen Islam. Khatib menyampaikan ceramahnya dalam bahasa Swedia setelah salat Id dilakukan selama 15-20 menit dan kloter selanjutnya sudah bersiap-siap melaksanakan salat untuk waktu yang berikutnya. Di halaman masjid terlihat pembagian minuman kotak berisi jus buah dan kurma bagi jemaah yang selesai melaksanakan salat Id.
Suasana hangat turut dirasakan oleh pelajar Indonesia di Göteborg. Walaupun tidak bertemu pada satu waktu para pelajar Indonesia di Swedia mengadakan silaturahmi di salah satu apartemen mahasiswa Indonesia di sana.
“Hari ini para pelajar Indonesia akan bersilaturahmi di dua lokasi karena keterbatasan tempat tidak memungkinkan untuk semua kumpul menjadi satu,” ujar Mira salah satu pelajar Indonesia dari Chalmers University, Göteborg.
Opor ayam dan masakan khas Indonesia ala mahasiswa juga telah disiapkan untuk dapat mengobati rindu akan suasana akan kampung halaman.
“Alhamdulillah kami dapat beribadah dengan baik di sini karena masyarakat Swedia sangat toleransi dengan umat agama lain, walaupun waktu berpuasa di Swedia pada musim panas bisa mencapai 20 jam,” imbuh Mira.
Swedia adalah negara dengan 10 juta penduduk yang sangat menjunjung tinggi perbedaan dan toleransi antar sesama. Keberagaman, kesetaraan hak antara wanita dan pria menjadi budaya yang tidak terpisahkan bagi warga negara Swedia.
1 thought on “Cerita Lebaran dari Swedia: Di Antara Toleransi dan Keberagaman”