Oleh Satu Cahaya Langit. Sebagaimana kebanyakan negara, Swedia juga punya hari ulang tahun. Bentuknya bukan hari kemerdekaan seperti Indonesia, melainkan hari nasional. Swedia enggak pernah dijajah ceunah. Kali ini saya dan teman-teman saya di tim penulis PPI Swedia untuk mengucapkan selamat ulang tahun untuk Swedia dan bercerita sedikit mengenai kesan hidup disini.
Kalau membayangkan Swedia itu berwujud manusia, seperti apa sih dia?
Titis: “Kalau saya membayangkan Swedia, itu ada 2, wanita dan laki-laki. Keduanya pintar, sadar lingkungan (suka mendaur ulang, peduli dengan lingkungan, suka memelihara tanaman, dll), dan suka sekali minum kopi dan makan roti manis (Swedish Fika). Kedua orang ini suka juga jalan bareng menikmati matahari, bisa sambil baca buku di taman atau sambil bersantai di tempat publik di kota. “
Sania: “Wah susah nih bayangin Swedia berwujud manusia karena udah ada bayangan blonde hair and blue eyes, padahal gak bener juga sih itu stereotype. Oke, dicoba nih ya, Swedia berwujud manusia. Middle-aged woman, pemalu tapi lawak benernya kalau udah kenal, dan gak suka cari ribut. Macem tipe tetangga sebelah rumah yang ramah, enak diajak ngobrol tapi tetap punya kehidupan pribadinya sendiri (gak sesumbar). Tetep loh blonde hair and blue eyes.”
Puspita: “Buat aku, personifikasi Swedia jika menjadi Manusia. Swedia memiliki karakter yang dingin, pemalu, reserved, dan butuh waktu untuk dapat berteman. Tetapi, pada saat menjadi teman, Swedia akan menjadi Teman Seumur Hidup. #cie”
Sedangkan bagi saya sendiri, si Swedia ini akan berpenampakan seperti bule pada umumnya yang berkecukupan tapi down to earth dan sederhana.
Yang paling disukai dari Swedia?
Puspita: “Cashless Society. Sebagai cewek yang enggak mau pusing dan ribet dengan adanya Swish dan Bank ID, hidup menjadi lebih mudah. Ditambah dengan teknologi Contactless Card, sangat memudahkan. Terus prinsip hidup Lagom. Karena sejak pindah ke Swedia, sadar akan hidup cukup dan selalu bersyukur.”
Sania: “Yang gue paling suka itu situasi di Swedia sangat mendukung untuk masak sendiri! Jadi rajin masak makanan Indonesia karena kangen rumah (dan masakan Swedia polos banget tidak selera saya), dan sering nyoba resep kue-kue gitu biar murah hehe.”
Titis: “Yang paling saya suka dari Swedia adalah sifat menghargai orang-orangnya. Equality adalah hal yang paling terasa di sini baik secara gender, usia, pekerjaan, semuanya mendapatkan perlakuan dengan adil yang membuat manusia terasa menjadi manusia. Contoh gampangnya adalah ketersediaan transportasi yang menjangkau seluruh masyarakat. Secara makro, bisa dilihat dari peta jangkauan transportasi yang bisa dicapai oleh siapapun di manapun dengan mudah. Secara mikro, jika kita lihat di bus, tram, bahkan ferry, semuanya sangat mudah diakses oleh semua orang bahkan yang berkeperluan khusus sekalipun (atau justru mengutamakan mereka!). Masih banyak contoh lainnya, tapi untuk mengetahui lebih lanjut, kepo terus dong sharing dari PPI Swedia!”
Kalau saya (Satu), mirip-mirip sih dengan yang sudah di jawab Puspita, Titis dan Sania. Saya mengagumi sifat sederhananya orang Swedia, dan bagaimana mereka menjadi manusia yang moral dan praktik dasar hidupnya baik sekali, walaupun sebagian besar dari mereka tidak beragama (atheis).
Mau ngucapin selamat ulang tahun dan harapan untuk Swedia?
Titis: “Selamat hari nasional untuk Swedia! Grattis på nationaldagen, Sverige! Harapannya semoga Swedia tercapai cita-citanya untuk menjadi negara yang open for the world seperti tercatat dalam salah satu visi Swedia di masa depan!”
Sania: “Semoga bisa menyebarkan semangat equality ke manca negara dan makin tercapai juga equality di dalam negara.”
Puspita: “Saya berharap ke depannya Swedia semakin Makmur, Sejahtera, dan Bahagia.”
Kalau harapan saya pribadi, semoga yang minus-minusnya bisa diperbaiki. Yes, Swedia juga ada minusnya. Misalnya urusan visa masih lama banget hahahaha.
Perayaan hari nasional di kota masing-masing
Di Stockholm sehari penuh kemarin ada perayaan di istana raja di Gamla Stan. Istana yang biasanya masuknya bayar, khusus hari nasional kemarin, digratiskan. Acara yang disuguhkan di antaranya: konser musik, orkestra, dan parade prajurit.
Kalau di Gothenburg, kata Titis, acaranya beragam. Ada Picknickfestival på Apslätten atau piknik di taman yang diramaikan kawula muda. Ada pula perayaan yang diramaikan dengan festival musik anak dan pertunjukan tari-tarian di Slottskogen. Institusi pendidikan seperti Chalmers juga berpartisipasi dalam acara ini. Ada pula lomba sepeda yang bernama Cykellopp di daerah Kviberg. “Meskipun di sini nggak ada upacara bendera atau lomba makan kerupuk, tapi seru dan ramai semua acaranya!”, Titis menambahkan.
Uppsala sedikit berbeda. Ketika di kota lain tidak ada upacara bendera, Uppsala mengadakannya. Sania bercerita tentang upacara bendera dan tarian rakyat yang ditontonnya kemarin. Diadakannya di Disagården, berdekatan dengan area kota tua Gamla Uppsala.
Nah, berbanding dengan di Swedia, perayaan hari nasional di Indonesia tentu jauh lebih meriah. Bisa dibilang, kita menang dalam kemeriahan perayaan, mungkin juga dalam nasionalisme, tapi jangan lupa juga kalau masih banyak yang perlu kita benahi agar bisa sebaik Swedia di kesejahteraan manusia dan banyak hal lain.
Dirgahayu Swedia!