Beberapa hari setelah tiba di Jönköping, saya merasa perlu membeli alat-alat dapur, perlengkapan tidur, dan sejumlah kebutuhan lainnya. Mengingat barang yang akan dibeli cukup banyak sementara anggaran belanja terbatas, saya pun segera mengiyakan ajakan beberapa teman untuk berbelanja ke sebuah jaringan toko barang bekas berkualitas (barbeku) di wilayah Smedsbo. Yang saya ingat kami pergi pada hari Sabtu dan sampai lokasi pada waktu belum menunjukkan pukul 10 pagi sebagai waktu dimulainya operasional toko. Saya cukup kaget melihat kerumunan calon pembeli yang nyaris menutup pintu toko. Banyak diantaranya datang dengan kendaraan pribadi yang terbilang menandakan kepemilikan status sosial ekonomi atas. Kalau mampu beli baru, kenapa mereka belanja barbeku? Itu yang terlintas di benak saya.
Awal Panjang Kebiasaan Pakai Ulang
Sustainable Development Goals (SDGs) Dashboard Ranking and Scores 2018 kembali mencatat Swedia di peringkat pertama dengan skor 85,0 (tertinggi 100). Tahun lalu, laporan tahunan tentang capaian negara-negara penandatangan komitmen global untuk 17 tujuan berkelanjutan ini juga menempatkan Swedia di peringkat pertama dengan skor yang sama. Dalam praktik keseharian, keberadaan toko barbeku tentu merupakan contoh nyata bagaimana sikap ramah lingkungan untuk prinsip pakai ulang (reuse) menjadi bagian dalam gaya hidup masyarakat di Swedia. Bagaimana bisa? Hal ini ternyata tidak lepas dari sejarah keberadaannya yang terbilang panjang.
Salah satu lembaga yang memiliki jaringan toko barbeku adalah Palang Merah International cabang Swedia (Svenska Röda Korset). Terletak di Klostergatan 3, toko barbeku ini telah berdiri sejak tahun 1916. “Seluruh hasil penjualan untuk kegiatan amal. Barang-barang yang diperjualbelikan juga hasil sumbangan. Untuk barang-barang pemberian yang masih layak tapi tidak bisa dijual juga disumbangkan kepada kalangan miskin di Jerman dimana ada truk yang akan membawanya ke sana.” Ujar Sanna, salah satu dari tiga staf tetap di Röda Korset Jönköping (RKJ) yang juga menjadi perterjemah untuk Koordinator toko Habiba Licina selama wawancara.
Turun Naik Penjualan
Sejarah keberadaan RKJ mencatat bahwa misi mereka tidak lepas dari membantu korban perang, bencana alam, dan beragam aksi kemanusiaan lainnya. Namun layaknya sebuah kegiatan bisnis, masa naik turun transaksi juga berlaku. Jelang peringatan hari raya seperti bulan Desember untuk Natal menjadi masa lonjakan pendapatan. Berlanjut dengan Januari sebagai masa awal tahun menjadi titik terendah perolehan. Khusus di Januari 2019, catatan hasil transaksi di RKJ telah mencapai 20 ribu SEK (Rp 28 juta) yang merupakan jumlah perolehan jauh lebih baik dibanding tahun lalu. Meski prestasi finansial mereka di 2018 juga tidak kalah gemilang mengingat angka pengumpulan dana di akhir tahun adalah 200.000 SEK atau sekitar Rp 280 juta. Menurut Habiba, kontribusi perolehan terbesar diperoleh dari penjualan paket-paket hadiah Natal.
Barang-barang yang dijual memang masih dalam kondisi sangat layak pakai. Untuk harga, mereka memiliki standar yang telah ditetapkan oleh kantor pusat Svenska Röda Korset di Stockholm. “Kami juga harus cek dimana barang ini dibuat, dibuat dari apa materialnya, sudah berapa usianya. Setelah itu kami membandingkan di Google,” Jelas Sanna.
Bertumpu Pada Tenaga Relawan
Kelangsungan aktivitas toko, mulai dari ketersediaan barang dan pengelolaan operasional, banyak ditopang oleh tenaga relawan. Jumlah staf tetap RKJ hanya tiga orang sementara tenaga relawan mencapai 44 orang yang hampir seluruhnya perempuan. Relawan dibagi dalam berbagai pos tugas seperti pemasaran, perekrut relawan, dan pengelola sosial media. Tiga orang yang bertugas dalam tim perekrut dibentuk khusus untuk menjamin kesinambungan ketersediaan tenaga relawan. Proses rekrutmen dimulai dari sistem ‘gethuk tular’ (promosi dari mulut ke mulut) hingga buka booth di kampus Universitas Jönköping. “Sekarang orang-orang sudah tahu bahwa kalau mereka ingin menjadi relawan, mereka bisa datang ke mari. Banyak yang melakukan (kerelawanan) ini karena mereka tidak mau hanya berada di rumah dan tidak melakukan apa-apa,” Jawab Habiba tentang motivasi para relawan.
RKJ memiliki beragam aktivitas seperti menyediakan dukungan untuk pengungsi, kunjungan ke rumah sakit, pelatihan bantuan pertama pada kecelakaan, menjahit dan menyulam untuk kemanusiaan, juga kegiatan Café Language yang mengajarkan bahasa Swedia dalam suasana interaktif di kafe. Khusus menyulam untuk kemanusiaan, hasil sulaman kemudian disumbangkan ke remaja putri di Burundi, Afrika, sehingga mereka tetap bisa bersekolah.
Kisah Habiba, Sanna, dan Relawan
Habiba menuturkan, sebagai korban perang di Bosnis, keberadaan RKJ sangat berarti untuk dirinya. Awal kisah bergabungnya di RKJ dimulai saat ia menderita luka-luka psikologis akibat menyaksikan perang. Habiba mengungsi ke Swedia dimana ia mendapat bantuan psikolog yang menyarakan agar ia tidak hanya berdiam di rumah. “Apa yang terjadi disana? Apa yang kamu alami?” Tanya saya menandai ke-kepo-an. Habiba mendadak terdiam. Tak lama wajah dan kedua matanya memerah. “Saya memilih untuk tidak menceritakan. Terlalu menyakitkan,” Katanya sambil mengkibas-kibaskan tangan sementara air mata telanjur meluncur dari kedua sudut matanya. “Yang jelas suami saya selamat dari perang lalu datang ke sini difasilitasi oleh RKJ. Saya berterimakasih sekali pada Palang Merah. Hanya itu yang bisa ceritakan tentang perang di Bosnia,” Ucap Habiba yang kali ini disambung dengan senyum.
Mengantongi masa bergabung selama 13 tahun di RKJ, karir Habiba dimulai di bagian layanan kebersihan (cleaning service) dengan mengisi shift 6 jam per hari selama 6 hari seminggu. Sekarang ia menjabat sebagai pimpinan pengelolaan toko. Ibu dari dua anak yang telah beranjak dewasa ini mengaku rasa bertanggung jawab pada pekerjaan membuatnya sering sulit tidur di malam hari karena memikirkan apa yang mampu membuat roda operasional RKJ terus bergulir. Pengalaman mencatat akan ada situasi dan kondisi tertentu dimana ketersediaan barang donasi demikian menipis sehingga tak banyak barang yang bisa dijual. Jika tidak diantisipasi jauh hari maka dikhawatirkan akan mengancam fungsi toko sebagai motor penggalangan dana.
Situasi seperti itulah yang diingat Sanna saat ia mulai bergabung di RKJ dua tahun lalu. Namun sekarang kondisi berubah drastis dimana toko telah terisi penuh dengan barang donasi. Ketika saya tanyakan apa posisi Sanna di toko, ia mengaku tidak bisa menjawab apa title posisinya tetapi hanya bisa menggambarkan keserabutan tugas rutin yang dijalankan. “Dari mengurus taman, memasang lampu, menyetir kendaraan untuk mengambil barang-barang donasi yang terlalu besar untuk dibawa oleh pemiliknya seperti furniture, semuanya,” Ulas Sanna santai.
Tidak adanya batasan usia untuk bergabung dalam kegiatan ini memberi warna tersendiri dari kisah para relawan. Habiba menuturkan, tiga perempuan masing-masing berusia 96 tahun ruitn datang ke RKJ setiap hari Selasa untuk mengisi agenda merajut. “Salah satu diantaranya menyetir dan memarkir sendiri kendaraan yang membawa mereka ke sini,” Ujar Habiba yang saya sambut dengan melongo karena kagum sementara Sanna mentertawakan ekspresi saya. Selain tidak ada batasan usia untuk mulai bergabung, begitu pun masa menjalankan kerelawanan di RKJ. Menurut Sanna, salah satu relawan berusia 91 tahun akhirnya harus menerima keputusan anggota keluarganya untuk tidak lagi menjalani aktivitasnya di RKJ akibat mengalami penurunan ingatan (dimensia). Padahal sang relawan sudah bergabung selama 30 tahun.
Aktivitas RKJ bisa dilihat di Facebook mereka di Second Hand – Röda Korset Jönköping