Kuliah online melalui berbagai macam platform, misalnya Zoom Meeting, Microsoft Teams, dan masih banyak lainnya, menjadi solusi dari kampus atas kondisi pandemi yang terjadi saat ini. Cerita mengenai kuliah online selama pandemi bisa kamu lihat di postingan blog Distance Learning During Pandemic. Tapi tahukah kamu, bahkan sebelum pandemi, sudah ada ada konsep pembelajaran online di Swedia? Melalui tulisan ini saya akan berbagi sedikit pengalaman saya sebagai mahasiswa master distance program di Swedia.
Gambar 1: Foto keluarga kecil saya dengan latar Uppsala Slott, Uppsala
(Sumber: Dokumentasi pribadi)
Saya tinggal di Swedia karena menemani suami yang berkesempatan menempuh studi PhD di kota Uppsala. Karena itu, saya mendapatkan izin tinggal sementara bukan sebagai mahasiswa (temporary resident permit other than studies). Dengan izin tinggal tersebut, saya diperbolehkan untuk bekerja dan kuliah. Untuk kuliah, saya dibebaskan dari semua biaya, termasuk biaya pendaftaran dan tuition fee.
Tentang kuliah distance program di Linneaus University
Gambar 2: Jarak antara kota Uppsala dan Kalmar (Sumber: google.com)
Sekarang saya sedang melanjutkan studi program Physics di Linnaeus University. Di program ini, kita bisa memilih kuliah di kampus yang terletak di kota Kalmar atau secara jarak jauh (distance program). Saya memilih kuliah jarak jauh karena jarak kota Kalmar dengan tempat tinggal saya sekitar 470 km. Bukan pilihan yang awalnya saya rencanakan, mengingat sebenarnya di Uppsala pun ada banyak universitas. Bahkan saya tidak sengaja menemukan informasi terkait distance program saat mencari program yang cocok untuk saya di masa pendaftaran kampus, tentu saja melalui website universityadmissions.se. Saya menambahkan opsi kuliah jarak jauh pada aplikasi pendaftaran saya selain mendaftar di universitas di Uppsala.
Untuk teman-teman yang tertarik, bisa mengecek pilihan freestanding courses atau program apa saja yang bisa diikuti secara jarak jauh dengan mencentang opsi ‘Distance courses’ seperti terlihat pada gambar di bawah ini. Kampus yang menyediakan pembelajaran jarak jauh bukan hanya Linnaeus University saja, contoh lainnya yaitu Lund University dan Luleå University of Technology.
Gambar 3: Laman web universityadmissions.se menampilkan pilihan courses dan program yang bisa diikuti secara jarak jauh
(Sumber: https://www.universityadmissions.se/intl/start)
Kuliah jarak jauh ini bisa kita ikuti dari Indonesia, dengan mengikuti alur pendaftaran reguler seperti saya ceritakan di atas. Tapi perlu diperhatikan bahwa biaya kuliah distance biasanya sama dengan kuliah on-campus. Untuk yang ingin mencoba mengikuti kuliah jarak jauh dengan beasiswa, harus dipastikan apakah distance program termasuk dalam program yang boleh dipilih pada beasiswa tersebut. Pada panduan beasiswa LPDP, secara jelas disebutkan hanya memperuntukkan beasiswa untuk kelas reguler, tidak boleh kelas jarak jauh. Nah, untuk beasiswa Swedish Institute for Global Professionals (SISGP), bisa di cek apakah distance program yang diincar termasuk dalam program yang boleh dipilih dengan memperhatikan application code program (bisa lihat list eligible master’s programmes disini).
Teman-teman di kelas saya berasal dari berbagai negara di Eropa. Beberapa diantaranya berkuliah sambil bekerja, sambil mengambil kuliah jurusan lain di negara asalnya, atau sama seperti saya, ibu rumah tangga. Distance program ini bisa menjadi pilihan untuk teman-teman yang masih ingin belajar tetapi memiliki kesibukan lain yang tidak bisa ditinggal.
Secara khusus, program yang saya ikuti membuka kesempatan untuk mengambil kuliah pilihan dari University of Insubria in Como, Italy tanpa perlu melewati lagi proses admission. Kuliah pilihan ini juga diikuti secara online, lalu credit-nya akan otomatis ditransfer setelah dinyatakan lulus. Jurusan juga menawarkan double degree di universitas tersebut dengan tidak ditarik biaya kuliah tambahan lagi. Tetapi untuk double degree tidak bisa dilakukan secara jarak jauh karena terdapat syarat minimal 1 semester kuliah langsung di kota Como, Italia.
Benefit yang saya dapatkan sama dengan mahasiswa di Swedia pada umumnya, seperti akses gratis jurnal/ e-book dan perangkat lunak (Zoom, Matlab, dsb.). Tentunya juga tetap berhak atas diskon mahasiswa yang bisa digunakan di kota domisili saya sekarang, dengan mendaftar di aplikasi Mecenat atau Studentkortet. Adapun untuk kartu mahasiswa fisik yang biasa digunakan untuk akses masuk kampus, kami tidak disarankan untuk membuatnya karena tidak ada keperluan untuk berkuliah di kampus secara rutin.
Pengalaman menarik selama kuliah distance program
Pada awal masa perkuliahan seharusnya ada introduction meeting yang wajib diikuti mahasiswa distance program di kampus. Tapi karena pandemi, sampai saya saat ini menjalani dua semester perkuliahan, seluruh pertemuan dilakukan secara online. Dosen dan staf sangat mudah dihubungi dan saya banyak terbantu dengan mereka walaupun belum pernah bertemu.
Kuliah-kuliah yang kebetulan saya ikuti bisa dibilang cukup santai. Kehadiran tidak diwajibkan, hanya disarankan. Walaupun tentu dengan mengikuti kuliah secara live kita bisa berinteraksi dan bertanya langsung kepada dosen. Selain itu, saya pernah diberikan tugas di satu mata kuliah dengan waktu pengumpulan yang begitu longgar. Dosen hanya memberikan suggested time, tapi kami boleh saja mengumpulkan lewat dari tanggal tersebut. Ujian yang saya ikuti pun tidak menerapkan aturan ketat. Berbeda dengan set-up ujian online seperti diceritakan di blog Pengalaman kuliah S1 di Swedia di kala pandemi, saya tidak perlu menyiapkan bukti identitas, bahkan ada pula yang tidak mewajibkan on-cam selama ujian berlangsung. Lebih ekstrim lagi, ada satu mata kuliah yang tidak memberikan tugas sama sekali. Evaluasi hanya ditentukan dari satu kali ujian. Itu pun masing-masing dari kami yang menentukan kapan kita siap ujian dan jenis ujian apa yang ingin diikuti, oral exam atau written exam. Santai tapi bukan berarti mudah juga, ya. Apalagi untuk saya yang sudah vakum bertahun-tahun setelah lulus kuliah S1.
Pelajaran mahal yang tidak saya duga dapatkan dari cerita di atas adalah kuliah memang seharusnya bukan untuk mengejar nilai saja. Dosen secara sadar tidak sadar mengajak kita belajar untuk memahami dan lebih menikmati proses belajar. Untuk saya pribadi yang sejak kecil dicekoki paham ‘belajar untuk nilai bagus’, poin ini yang sangat mengubah mindset saya. Integritas, tanggung jawab, dan kedewasaan diri diuji berkali-kali.
Suka duka kuliah online
Gambar 4: Introduction Meeting dari fakultas (Sumber: Dokumentasi pribadi)
Karena semua kelas dilakukan secara online, mengikuti minimal 8 jam kelas seminggu dalam bentuk Zoom meeting sudah menjadi kebiasaan. Kelelahan karena terlalu lama melihat layar beberapa kali saya rasakan. Biasanya kalau sudah mulai muncul gejalanya, saya memilih istirahat sejenak. Membagi waktu antara domestik dan kuliah juga tidaklah mudah bagi saya. Tapi setidaknya waktu dengan anak tidak terlalu tersita, yang bisa saja lebih banyak berkurang jika saya harus kuliah di kampus. Untuk urusan anak, saya menitipkan anak di förskola selama 20 jam/minggu. Saya pun tidak akan bisa mengindahkan peran support system utama alias suami yang sangat penting, karena tetap saja ada masa dimana saya harus lebih fokus, misalnya saat menjelang ujian atau deadline tugas.
Disisi lain, saya belum pernah bertemu langsung dengan teman kuliah saya. Selain di kelas dan diskusi dalam forum online learning, saya tidak banyak berinteraksi secara personal dengan mereka. Jadi saya belum terlalu mendapatkan pengalaman sosialisasi multikultural, tidak seperti mahasiswa lain yang berkuliah on-campus. Saya juga belum pernah mengunjungi kampus yang jauh sekali dari tempat saya tinggal sekarang. Jadi menurut saya, mengikuti kuliah distance program mungkin tidak cocok untuk teman-teman yang ingin berkuliah di luar negeri sambil banyak bereksplorasi di tempat yang baru dan/atau teman baru.
Adanya distance courses and programmes di Swedia menurut saya sangat membantu transisi kuliah tatap muka yang harus berpindah ke kuliah online karena kondisi pandemi. Dimana artinya secara umum kampus sudah siap dalam hal infrastruktur dan proses pembelajaran jarak jauh. Saya bersyukur bisa mendapatkan pengalaman berkuliah tanpa biaya, walaupun hanya di rumah saja. Ya, dengan segala kemudahan dan tantangannya. Dan berhubung saya belum pernah ke kampus, berkunjung ke kota Kalmar dengan segala keindahannya tentu saja menjadi bucket list saya saat ini!
Berkeluarga tidak selalu menutup kesempatan kita untuk terus mengembangkan diri dan berkarya. Sekecil apapun itu langkah kita. Selama berusaha untuk tetap berdaya. Setidaknya, diri kita sendiri selalu bernyala. Tentu tidak mudah, dengan segala tantangan yang berbeda.
Lathifa Nur Ramdhania
Master Programme in Physics
Linnaeus University
Editor: Badai Kesuma