Tidak terasa sudah satu semester saya lalui di jurusan Health Informatics, Karolinska Institutet. Masih teringat ketika beberapa tahun yang lalu, saat pengumuman dari seleksi beasiswa dimana saya tidak lolos dan membuat saya hampir membatalkan niat untuk menempuh pendidikan di Swedia. Akhirnya, tahun lalu saya bulatkan tekad untuk kembali mendaftar, kembali diterima, dan kali ini tetap berangkat walaupun secara swadana. Dengan saya masih ada di sini, tentunya jawaban pertanyaan di judul tersebut adalah mungkin. Bagaimana caranya? Berikut adalah persiapan yang saya lakukan dan mungkin bisa menjadi inspirasi bagi kamu.
Tidak semua orang memiliki sumber pendanaan alternatif di luar pemberi beasiswa, misalnya sponsor dari tempat bekerja, orangtua atau anggota keluarga lainnya. Demikian pula halnya saya, sehingga memang saya harus mencari sumber pendanaan yang sustainable selama saya berkuliah di Swedia.
- 1. Mencari pekerjaan remote
- Kemajuan teknologi membuat manusia tidak lagi terbatas pada konsep ruang. Walaupun begitu, pekerjaan rutin saya tidak dapat saya lanjutkan selama kuliah di Swedia. Mengantisipasi hal ini, maka saya (dan istri) saat itu memutuskan bahwa kami harus dapat tetap bekerja walaupun dilaksanakan dari Swedia. Kebetulan saya dan istri juga telah menyelesaikan kuliah lanjutan lainnya di Indonesia, yang memampukan kami untuk memberikan jasa konsultasi keilmuan kami dengan bermodalkan otak, laptop, dan internet. Kamu pun dapat mencari peluang mengembangkan keahlianmu yang masih dapat dipergunakan untuk membantu penghidupanmu selama kuliah. Saat ini sudah banyak situs yang mencari para freelancer untuk beberapa pekerjaan yang sifatnya sementara dan dapat dilakukan secara online, misalnya entry data penelitian, proofreading dokumen, graphic design, dan lainnya. Ya, buka mata, buka telinga, dan buka laptop! =P
- 2. Membekali diri dengan keterampilan tambahan
- Sebelum berangkat, saya mencari data tentang jenis-jenis pekerjaan yang paling banyak dilakukan oleh pendatang di Swedia tanpa harus ada sertifikasi pendidikan atau profesi tertentu. Informasi yang saya kumpulkan dari laman situs-situs seperti Badan Statistik Swedia (www.scb.se), Badan Ketenagakerjaan (www.arbetsformedlingen.se), serta situs portal berita, misalnya www.thelocal.se, membuat saya dapat menyimpulkan bahwa ada dua lowongan pekerjaan paling potensial di Swedia, terutama yang membutuhkan kemampuan praktikal yang dapat saya persiapkan sebelumnya, yaitu sebagai pemangkas rambut (barber) dan peracik kopi (barista). Berdasarkan itulah saya menjalani pelatihan dulu di Jakarta untuk menjadi pemangkas rambut.
-
3. Simulasi Pengaturan Pengeluaran
- Kalau dua saran sebelumnya berkaitan dengan meraih atau mempertahankan pendapatan, maka saran yang ketiga ini adalah untuk mengurangi pengeluaran. Nah, berdasarkan survei kualitatif dengan teknik convenience sampling (gaya bet!) yang saya lakukan selama sekitar 1 tahun sebelum keberangkatan, kisaran pengeluaran mahasiswa di Stockholm untuk biaya hidup (di luar biaya tempat tinggal) adalah sekitar 2000 SEK per bulan per orang, nilai dalam IDR hitung sendiri ya…. Nah, kami mencoba berlatih untuk hidup hemat dan tetap bahagia, selama satu semester di Swedia ini kami berhasil bertahan cukup dengan 2000 SEK per bulan per empat orang! (karena saya berangkat kuliah bersama istri dan dua anak). Untuk tips-tips lainnya, kamu bisa juga baca blog dan tonton vlog PPI Swedia berikut ini “Hidup di Swedia Mahal? Mungkin, Itu Hanya Mitos” , “Kuliah di Swedia | Menggunakan Biaya Pribadi” , “Hidup di Swedia | Tips Bergaya Hidup Hemat”.
- Terlepas dari semua cerita di atas, tetap harus juga berpikir rasional dan bijak dalam pengambilan keputusan akhir ya. Meraih impian terkadang jalannya memang tidak mudah, tetapi kalau kita menyerah mungkin impian kita itu memang tidak layak untuk diperjuangkan. Man jadda wa jadda.
- Winner Ng
- Joint Master’s Programme in Health Informatics
- Karolinska Institutet