Oleh Fida Amalia Fathimah
Musim dingin di Swedia bukan alasan untuk tidak berolahraga! Secara umum masyarakat Swedia adalah orang-orang yang memerhatikan kesehatan, mulai dari selalu memasak di rumah—untuk menghindari makanan cepat saji—menggunakan bahan segar dan organik, sampai dengan budaya rutin melakukan aktivitas fisik di gym atau di luar ruangan, tidak peduli meski di tengah suhu di bawah 0o Celsius! Bukan pemandangan aneh melihat orang-orang Swedia lari pagi, berpakaian dengan bahan lycra, dengan latar belakang salju tebal. Ini menakjubkan bukan hanya untuk mahasiswa Indonesia, tetapi juga untuk mahasiswa internasional dari negara-negara lain di luar Skandinavia. Memangnya mereka tidak takut terpeleset? Memangnya mereka tidak takut sakit?
Tentu saja ini kebiasaan yang baik, dan semangat di baliknya perlu diteladani. Untuk kami mahasiswa dari negara tropis, olahraga di musim dingin mungkin cukup di lingkungan yang “relatif” terkendali. Kenapa “relatif”? Karena kali ini saya akan membahas “bandy” yang dimainkan di atas ice rink, yang memunculkan risiko-risiko tertentu untuk jatuh atau bertabrakan dengan sesama pemain, terutama untuk orang-orang yang baru belajar ice skating.
“Bandy” adalah olahraga musim dingin yang populer di Swedia, Finlandia, Norwegia dan beberapa negara subtropis lainnya. Olahraga ini mirip hockey atau lacrosse karena untuk memainkannya kita menggunakan tongkat dengan tujuan membuat gol di gawang lawan. Berbeda dari hockey, dalam bandy kita bisa melambungkan bola; dan berbeda dari lacrosse, kita tidak menggunakan tongkat berjaring. Bandy dimainkan di arena es, pemainnya memakai sepatu skating untuk hockey, yang mana berbeda dari sepatu untuk figure skating. Di luar musim ice skating, bandy dimainkan di lapangan dalam ruangan dan akan menjadi jenis olahraga yang berbeda yang disebut “innebandy” atau “floorball”.
Syarat pertama untuk memainkan bandy adalah… bisa meluncur di arena es! Tahun lalu International Student of Uppsala University menawarkan bandy crash (oh ya, crash ini selalu terjadi) course untuk mahasiswa internasional. Crash course ini terdiri dari empat sesi dan satu pertandingan final. Pesertanya berasal dari berbagai negara dan tidak hanya satu-dua orang yang harus berusaha keras untuk setidaknya mampu menjaga keseimbangan dan meluncur. Untuk saya sendiri, sesi pertama crash course itu adalah kali pertama menginjakkan kaki di arena es sehingga saya digabungkan dengan sesama pemula.
Untuk mahasiswa-mahasiswa yang sudah pernah meluncur sebelumnya, mereka belajar teknik-teknik meluncur dan aturan bermain bandy. Penyelenggara acara ini juga menyediakan sepatu luncur, helm, tongkat, bola, dan patok untuk kami berlatih. Dan karena ini Uppsala, kami bisa menggunakan arena es di Studenternas yang gratis terbuka untuk umum selama musim dingin.
Sesi pertama dan kedua penuh perjuangan bagi saya, karena untuk meluncur saja belum bisa. Walaupun secara konsep saya mengerti saya harus meluncur dan bukannya melangkah di atas es, tidak mudah untuk menerapkan pemikiran itu kepada tubuh saya! Pada sesi ketiga akhirnya saya bisa meluncur berkat instruktur yang dengan sabar menggunakan teknik-teknik pengajaran, dan rasa malu yang akhirnya hilang setelah berkali-kali terpeleset dan jatuh (pada sesi pertama saya bahkan jatuh lebih dari dua puluh kali dalam waktu satu jam dan akhirnya saya berhenti menghitung).
Hal lain yang juga cukup membantu adalah karena saya mencoba långfärdsskridsko (ice skating jarak jauh) yang menggunakan sepatu luncur dengan bilah pisau yang lebih panjang. Sepatu itu membantu saya untuk mengerti sensasi meluncur dan melupakan mencoba untuk berjalan di atas es. Selain itu arena ini berada di luar ruangan dan digunakan untuk olahraga pertandingan bukan untuk figure skating sehingga tidak dilengkapi dengan ramp di pinggir. Mau tidak mau kami terpaksa meluncur tanpa mengandalkan pegangan. Mungkin ini bisa menimbulkan perenungan-perenungan tertentu, semisal bagaimana kadang kita harus mengalami sebelum benar-benar mengerti, juga tentang bagaimana kita terpaksa menghadapi risiko dan ketakutan tanpa bisa bersandar pada sesuatu. Namun post ini bukan tentang itu, jadi mungkin lain kali saja ya.
Setelah empat sesi plus pertandingan final, mayoritas dari kami peserta crash course ketagihan bermain bandy. Akhirnya instruktur crash course menawarkan untuk memesan arena untuk kami gunakan setiap jumat sore selama sisa musim ice skating. Tentu kami antusias menerima tawaran tersebut dan selama beberapa jumat ke depannya kami bertemu setiap sore untuk bermain bandy sampai akhirnya ice rink ditutup pada 15 Maret, ketika cuaca sudah terlalu hangat untuk membuka outdoor rink.
Musim semi telah tiba!