“Kalau aku takut gak ada waktu untuk melakukan aktivitas selain kuliah, mas. Yang penting di Swedia, aku kuliah, tugas dikerjakan, ujian beres, wisuda, pulang. Tujuan utama kesini kan kuliah toh?”, kata teman saya saat kami sedang mengobrol santai.
Memang benar bahwa tujuan utama ke Swedia adalah untuk belajar, untuk memperluas serta memperdalam hard skills dari para dosen dan ahli di negara maju ini. Namun, bagi saya rasanya sangat sayang sekali jika tidak dibarengi dengan aktivitas yang dapat memperkaya soft skills seperti pengalaman berorganisasi. Salah satu professor pembimbing saya ketika S1 di Jerman dulu, Prof. Backhaus, pernah berkata bahwa soft skills tidak kalah pentingnya dengan hard skills. Jika seorang individu sangat cakap dan pintar perihal satu ilmu, namun ia tidak pandai berkomunikasi, berinteraksi, serta tidak memiliki kepercayaan diri ketika presentasi, maka ilmu yang dimilikinya tidak akan berdampak untuk orang lain melainkan hanya untuk dirinya sendiri. Hal senada juga dikatakan oleh dosen lainnya, Prof. Rose, yang memiliki latar belakang pendidikan di bidang psikologi. Kalimat-kalimat konstruktif yang dilontarkan dosen-dosen saya ini selalu terngiang-ngiang di kepala – sangat inspiratif.
Pengalaman berorganisasi sangatlah penting, bahkan saking pentingnya, ketika mendaftar beasiswa Swedish Institute (SI), ada kolom khusus untuk mencantumkan tiga pengalaman organisasi sosial yang pernah diikuti. Sebagai seseorang yang mempunyai pengalaman bekerja di lembaga pemberi beasiswa, saya dapat mengerti sekali hal ini. Seorang yang diharapkan akan menjadi agent of change, khususnya untuk negara asal. Pemberi beasiswa berharap para agent of change dapat menyalurkan ilmu yang telah didapatkan kepada masyarakat yang tentunya dibutuhkan soft skills seperti komunikasi. Bagaimana ingin menyebarkan ilmunya jika malu bertemu orang, jika tidak aktif di lingkungan sosial. Yang akan terjadi malah ilmunya akan dipendam untuk diri sendiri. Pemberi beasiswa akan merasa rugi memberikan bantuan finansial yang cukup banyak, namun tidak terjadi chain effect di kemudian hari. Oleh karena itu, pengalaman organisasi akan menjadi nilai plus jika teman-teman akan mendaftar beasiswa dan/atau kuliah. Begitu pula jika ingin daftar kerja, sebuah institusi akan sangat senang jika si calon staf baru juga orang yang aktif di organisasi, karena dengan begitu ia akan cepat berkomunikasi dan membaur di lingkungan kerja baru. Hal ini sesuai fakta di lapangan, karena saya pernah ambil bagian menjadi interviewer di kantor lama saya, DAAD, yang notabenenya kantor dari Jerman.
Nah sekarang saya ingin cerita mengenai pengalaman organisasi yang sedang saya jalankan di Stockholm ini bersama teman-teman penerima beasiswa SI.
Sejak September lalu, saya ikut terlibat menjadi pengurus organisasi dari para penerima beasiswa Swedish Institute yang berada di KTH. Istilah formalnya adalah SI Network For Future Global Leaders Local Network KTH atau singkatnya SI NFGL Local Network KTH. Organisasi ini bersifat sukarela. SI memberikan kesempatan kepada masing-masing penerima beasiswanya untuk membuat sebuah organisasi atau dalam hal ini disebut dengan Local Network berdasarkan kota ataupun universitas. Dikarenakan di Stockholm ada tiga universitas dengan jumlah masing-masing penerima beasiswanya yang banyak, maka kami saling memisahkan diri berdasarkan universitas. Pengurus Local Network akan regenerasi tiap tahunnya. Pergantian pengurus di jaman saya diadakan tanggal 18 September. Dua minggu sebelum acara, pengurus saat itu mengirimkan email undangan untuk menghadiri “Pemilu” kepada seluruh penerima beasiswa SI yang berada di Stockholm. Dalam acara yang penuh kehangatan tersebut, akhirnya terpilihlah pengurus-pengurus baru, dimana saya mencalonkan diri sendiri menjadi media manager. Untuk posisi ini, saya tidak divoting, melainkan saya yang menawarkan diri sendiri :). Secara total, pengurus SI NFGL KTH berjumlah 8 orang dengan komposisi satu orang ketua (Filipina), satu orang wakil ketua (Indonesia), satu orang sekretaris (Kenya), satu orang bendahara (Indonesia), dua orang event manager (Indonesia dan Rwanda), dan dua orang media manager (Indonesia dan Afrika Selatan).
Masing-masing Local Network diharapkan untuk dapat menyelenggarakan acara dengan tema yang berkaitan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB atau yang biasa dikenal sebagai UN SDGs. Peran utama SI disini adalah memberikan dukungan secara finansial. Setelah kami membuat agenda kerja satu tahun kedepan, kami dapat mengajukan permohonan dana ke SI. Secara total, kami akan mengadakan 8 acara formal yang berlandaskan UN SDGs selama masa kerja 1 tahun mendatang. Untuk mempermudah koordinasi, kanal komunikasi yang kami gunakan adalah dengan menggunakan Facebook messenger dan Google Drive untuk menyimpan data yang dibutuhkan. Selain itu, kami membuat perjanjian untuk mengadakan rapat kerja bulanan yang diadakan setiap hari Selasa pertama tiap bulannya. Waktu dan tempat akan diorganisir oleh sekretaris.
Acara pertama yang kami adakan di bulan Oktober 2019 membahas mengenai UN SDGs secara umum. Acara yang bersifat terbuka untuk umum ini dihadiri baik oleh teman-teman penerima beasiswa SI ataupun bukan penerima beasiswa. Acara yang sangat santai namun berbobot ini dimulai dengan permainan tebak-tebakan dan puzzle sebagai ice breaker (ada hadiahnya lho yaitu cokelat). Selanjutnya dilanjutkan sesi utama dimana masing-masing peserta diharapkan untuk menyebutkan satu tujuan SDG yang paling penting dan relevan untuk negara asal, serta sebutkan alasannya (maklum saja, target group dari beasiswa SI adalah negara-negara berkembang). Yang paling banyak disebut adalah tujuan no.4 (Quality Education), no.1 (No Poverty), dan no.3 (Good Health and Well-Being). Acara kedua diadakan di bulan November 2019. Konsep acara kedua mirip seperti acara pertama ini, hanya ditambah dengan presentasi. Climate change adalah tema yang kami pilih. Untuk itu kami menghadirkan salah satu rekan mahasiswa S2 KTH yang juga seorang climate activist dan berasal dari Jerman (padahal berharap bisa mengundang si fenomenal Greta Thunberg). Pada dua acara ini, para peserta sangat aktif untuk ikut memberikan opini, sehingga acara tidak berlangsung pasif, tidak hanya bersifat satu arah saja. Tidak perlu malu dalam berpendapat, karena toh tidak ada benar atau salah. Tidak perlu malu juga mengenai kemampuan Bahasa Inggris, karena memang bukan bahasa ibu kita toh?
Selama 2019 kami hanya sempat menyelenggarakan dua acara formal. Namun, di bulan Desember, di penghujung musim kuliah periode kedua, kami berinisiasi mengadakan acara informal yang bertema makan malam internasional. Setiap orang diharapkan membawa makanan khas dari negara masing-masing dan nanti bisa dicicip oleh setiap orang. Tujuan acara ini selain untuk memperkenalkan makanan khas dari negara masing-masing juga untuk meningkatkan rasa kebersamaan. Acara ini sekaligus menutup sementara agenda kerja kami di tahun 2019.
Nah, selain kami bisa merancang acara, kami juga bisa mengikuti acara-acara yang diorganisir oleh Local Network yang lain. Misalnya, saya pernah ikut acara diskusi yang diadakan oleh Local Network Karolinska Institut. Saat itu tema yang diambil adalah mengenai menjalin network. Pada acara ini, panitia menghadirkan The President of Business Committee at Medicinska Föreningen yang memberikan tips konstruktif untuk menjalin network serta cara efektif untuk melakukan elevator pitch (presentasi singkat 2-3 menit misalnya di depan calon investor).
Saat Local Network Uppsala University mengadakan acara study trip ke Rijksdag (kantor parlemen Swedia) di Stockholm, saya juga turut hadir. Saya tidak ingin melewatkan kesempatan emas ini. Kapan lagi bisa melihat suasana kantor “DPR/MPR” Swedia. Perjalanan kami di didampingi oleh dua orang pemandu yang merupakan humas dari gedung parlemen. Mereka memberikan informasi yang lengkap mengenai sistem pemerintahan dan politik di Swedia. Beliau juga menunjukkan beberapa ruangan penting seperti ruang rapat parlemen, ruang rapat sebuah partai, ruang rapat para menteri, dsb. Kami semua juga terpukau dengan keindahan interior di setiap ruangan.
Setiap acara berakhir, masing-masing Local Network pasti akan membuat laporan singkat yang biasanya dipublikasikan di grup tertutup FB SI Network for Future Global Leaders yang diadministrasi oleh staf SI. Sebagai media manager, maka tugas utama saya adalah mengabadikan setiap momen ketika acara serta mempublikasikan laporan acara ke grup tersebut – kurang lebih seperti humas.
Selain untuk menambah wawasan, aktif di Local Network semacam ini juga dapat menambah jejaring teman internasional yang di kemudian hari bisa bermanfaat. Bisa saja, si A di kemudian hari menjadi partner bisnis, si B menjadi seorang investor yang berpotensi untuk bisnis kita, si C menjadi menteri di negaranya dan kita mempunyai koneksi dengannya, dsb. Semoga pengalaman saya ini bisa memberikan inspirasi kepada teman-teman, khususnya kepada calon-calon penerima beasiswa SI generasi berikutnya.
Sekedar mengingatkan, beasiswa SI akan dibuka pada tanggal 10-20 Februari 2020, namun beberapa dokumen yang dibutuhkan sudah bisa teman-teman download di website SI. Berikut adalah link untuk menuju laman beasiswa SI: https://si.se/en/apply/scholarships/swedish-institute-scholarships-for-global-professionals/
Sekian cerita singkat dari saya. Sampai berjumpa di kesempatan berikutnya. Sukses selalu bagi yang dalam proses daftar kampus dan/atau beasiswa. Kalau memang rejeki, insya Allah tidak akan kemana. Kalau gagal, jangan putus asa, coba lagi. Karena biasanya kita akan dipertemukan dulu dengan yang salah, sebelum dengan yang benar. Dulu saat masih kerja di kantor beasiswa, saya selalu bilang ke teman-teman pencari ilmu sebagai berikut: “Setiap orang ada masanya, setiap masa ada orangnya.”
Annusyirvan Ahmad Fatoni
Master student of Media Management
KTH Royal Institute of Technology, Stockholm
Editor: Ria Ratna Sari