Menjadi mahasiswa S3 secara profesional seringkali berbarengan dengan terjadinya peristiwa-peristiwa penting lainnya dalam hidup, seperti pernikahan dan menjadi seorang ayah. Hal ini karena biasanya mahasiswa S3 sudah berumur 25 tahun ke atas. Sudah matang dari segi usia untuk melaksanakan pernikahan dan mendapatkan keturunan.
Hal ini pun yang terjadi dengan saya pribadi. Sebagai mahasiswa S3 di Swedia, sebelum tahun pertama saya usai, saya memutuskan untuk melaksanakan upacara pernikahan. Lalu kurang lebih setelah dua tahun menjadi mahasiswa S3, saya resmi menjadi seorang ayah. Banyak hal-hal menarik yang dapat diceritakan, namun kali ini saya ingin fokus tentang bagaimana pengalaman saya menemani sang istri ketika proses persiapan persalinan, persalinan dan pasca melahirkan. Bisa dibilang proses ini kami lalui hanya berdua saja di negeri yang sangat dekat dengan kutub utara ini.
Persiapan Persalinan
Mungkin sekitar sebulan atau dua bulan sebelum prediksi kelahiran si buah hati, kami mulai diberikan berbagai macam informasi mengenai persiapan persalinan. Selain oleh bidan dimana kami melaksanakan kontrol rutin (baik secara bulanan maupun mingguan ketika sudah mendekati hari H), kami juga mendapat kursus gratis persiapan persalinan yang bersifat teknis dari rumah sakit dimana kami akan melaksanakan persalinan. Kontrol kehamilan dilakukan secara rutin di Närhälsan atau “puskesmas”nya Swedia, khususnya di bagian barnmorskemottagningen (poli kesehatan ibu dan anak). Tempatnya ditentukan secara otomatis oleh sistem berdasarkan lokasi tempat tinggal. Namun, jika kita tidak puas atau pindah rumah selama masa kehamilan, kita bisa mengganti lokasi Närhälsan.
Sumber foto: pribadi
“Puskesmas”nya Swedia, tempat kami kontrol rutin kehamilan.
Selama sembilan bulan lebih istri saya mengandung, saya sebisa mungkin selalu menemaninya kontrol rutin dan mengikuti kursus-kursus terkait. Pada awal-awal masa kehamilan, kontrol rutin dilaksanakan setiap kurang lebih satu bulan sekali. Setiap sesinya berlangsung sekitar 30 menit hingga satu jam dan tanpa biaya sepeserpun. Selain melaksanakan pengecekan rutin, kontrol kehamilan juga merupakan tempat dimana calon ibu dan ayah dapat bertanya tentang apapun terkait kehamilan dan persiapan menjadi orang tua. Saya pribadi sangat menikmati proses ini. Karena disinilah saya bisa bertanya sebanyak apapun yang saya mau. Bidan yang mengikuti proses kehamilan istri saya akan dengan senang hati menjawab pertanyaan-pertanyaan saya yang lebih banyak merupakan sebuah kekhawatiran. Istri saya pun merasa terbantu karena sedikit banyak saya jadi mengetahui apa yg harus saya lakukan semisal ketika istri saya muntah-muntah dan mual akibat hamil.
Sumber foto: pribadi
Beberapa contoh brosur yang berisi berbagai macam pengetahuan dasar tentang kehamilan.
Menemani istri untuk kontrol rutin ke bidan yang dilaksanakan pada jam kerja, sangat memungkinkan bagi saya karena saya mempunyai jam kerja dengan fleksibilitas yang cukup tinggi. Di Chalmers, mahasiswa S3 yang juga merupakan seorang karyawan, dapat mengatur sendiri jam kerjanya. Fleksibilitas jam kerja ini pun diatur dalam kontrak kerja. Istilahnya jam kerja based on trust atau jam kerja dengan asas saling percaya.
Fleksibilitas jam kerja ini berkontribusi meningkatkan work-life balance untuk saya sebagai mahasiswa S3 yang saat itu akan menjadi seorang ayah. Pengalaman hidup yang sangat penting ini sedikit banyak saya dan istri dapat persiapkan dengan baik dengan adanya benefit tersebut.
Proses Persalinan
Sumber foto: pribadi
Mempraktekan ilmu yang diperoleh ketika pelatihan menemani istri melahirkan. Memijat istri dibantu dengan teknik pernapasan.
Suatu pagi yang cerah di hari Sabtu, istri saya mengalami pecah ketuban. Dari segi perhitungan hari, memang sudah saatnya istri saya melahirkan. Berbekal pengetahuan yang diperoleh dari konsultasi dengan bidan dan mengikuti kursus-kursus persiapan kehamilan, saya dan istri dapat dengan baik mempersiapkan proses ini. Dari prosedur menelpon rumah sakit, mendaftar di rumah sakit hingga tiba di ruang bersalin dapat kami lalui dengan cukup mulus. Di Swedia, ruang bersalin adalah ruangan yang sangat privat. Hanya diperbolehkan dua orang saja yang mendampingi seorang ibu melahirkan. Saya pun siap sedia dan ikut berjibaku bersama istri saya di ruang persalinan hingga akhirnya anak kami lahir ke dunia. Hal yang menarik kemudian terjadi. Istri saya harus dibawa ke ruang operasi dan saya diberi tanggung jawab untuk bersama anak kami di enam jam pertama hidupnya. Walaupun cukup menantang, pada saat itu saya mendapat support full dari bidan atau perawat yang bertugas. Selang beberapa jam, saya dan anak saya kemudian di pindahkan di ruang perawatan pasca persalinan dimana istri saya sudah menunggu di sana. Di ruang ini saya kemudian mengabarkan pihak-pihak terkait di Chalmers seperti Supervisor dan Head of Division. Kemudian saya juga mendaftar cuti wajib pasca melahirkan di sistem kepegawaian Chalmers. Di Swedia, para suami dan ayah baru diwajibkan untuk mengambil cuti selama 2 minggu pasca sang istri melahirkan dengan gaji yang dibayarkan sebesar 80 persen oleh pemerintah. Di Chalmers sendiri, saya memperoleh gaji tambahan sebesar 10 persen gaji normal sehingga saat dua minggu tersebut saya mendapat gaji sebesar 90 persen.
Sumber foto: pribadi
Ruang bersalin di salah satu rumah sakit di kota Gothenburg.
Kami menghabiskan waktu kurang lebih sekitar 4 hari di ruang perawatan pasca kelahiran. Selama 4 hari itu kami diberikan banyak ilmu-ilmu praktis bagaimana merawat bayi oleh bidan maupun perawat anak yang bertugas. Dikarenakan istri saya juga sedang masa pemulihan pasca operasi, saya memegang tugas utama untuk menggantikan popok, mengelap dan memakaikan baju anak saya. Ilmu-ilmu praktis semacam ini tidak akan saya peroleh dari kuliah S3, namun bisa saya peroleh disini. Selama 4 hari ini juga berbagai macam pemeriksaan dilakukan oleh dokter kepada anak dan istri saya untuk memastikan semuanya berjalan dengan baik.
Sumber foto: pribadi
Self-help pantry pada ruang perawatan pasca melahirkan. Sarapan disediakan disini dengan free-flow hot chocolate, kopi dan teh.
Pasca Melahirkan
Kurang lebih pukul 8 malam di hari keempat, kami diperbolehkan untuk pulang. Hal pertama yang saya lakukan sembari membereskan administrasi rumah sakit adalah menelepon taxi. Tidak lupa saya meminta taxi untuk sekalian menyediakan newborn car seat. Dari bidang dan riset yang saya tekuni semenjak S2, yakni Automotive Safety, saya mengetahui bahwa untuk anak-anak termasuk newborn, wajib menggunakan child seat jika bepergian menggunakan mobil di negara-negara Eropa, apalagi Swedia yang merupakan salah satu negara lahirnya bidang Automotive Safety.
Untuk biaya rumah sakit, hampir seluruhnya gratis. Yang perlu saya bayarkan adalah biaya menginap dan makan untuk saya. Sedangkan pelayanan kesehatan terkait istri dan anak saya seluruhnya gratis. Setelah semua urusan beres, kami pun meluncur pulang menuju tempat tinggal kami.
Seperti yang telah saya sebutkan sebelumnya, ketika anak saya lahir, saya otomatis mendapat 2 minggu cuti. Hal ini sangat membantu karena 2 minggu awal menjadi orang tua adalah saat-saat yang sangat krusial. Saya katakan krusial karena hidup saya dan istri berubah 180 derajat. Hampir seluruh kegiatan kami berfokus pada si anak. Kami mulai belajar untuk tidur tidak teratur, belajar bahasa tubuh bayi dan sebagainya. Kami berdua berusaha sangat disiplin terhadap waktu karena kami harus bergantian merawat si anak yang baru lahir. Ketika saya merefleksikan diri, mendapat dua minggu cuti wajib untuk seorang ayah ketika istrinya baru melahirkan merupakan sebuah kemewahan. Tidak terbayang jika saya harus tetap bekerja ketika anak saya lahir mengingat di Swedia kami hanya tinggal berdua saja tanpa sanak keluarga.
Sumber foto: pribadi
Bercengkrama dengan si buah hati setelah menggantikan popok.
Selain cuti wajib selama 2 minggu yang diperoleh langsung ketika anak lahir, di Swedia saya juga memperoleh kemewahan-kemewahan lainnya. Saya dan istri masing-masing memperoleh parental leave sebanyak 240 hari yang mana 90 hari wajib diambil sedangkan sisanya bisa di transfer antara ayah dan ibu. Ketika mengambil parental leave pun gaji tetap dibayarkan sebesar kurang lebih 80 persen. Anak saya juga memperoleh tunjangan finansial setiap bulannya dari pemerintah Swedia. Selain itu, di Swedia sistem kesehatan anak sangat baik dan gratis hingga anak berusia 18 tahun.
Demikianlah kurang lebih pengalaman singkat saya menjadi seorang ayah dan mahasiswa doktoral di Swedia. Semoga tidak hanya dapat menginspirasi teman-teman yang ingin melanjutkan studi di Swedia, namun juga bagi teman-teman yang mempunyai rencana membangun keluarga di salah satu negara Skandinavia ini. Dari Swedia saya banyak belajar bahwa private dan profesional life dapat berjalan bersamaan secara seimbang. Keseimbangan ini justru meningkatkan performa profesional kita dan membuat hidup kita lebih bernilai. Semoga bermanfaat.
I.P.A. Putra
Ph.D. Candidate in Machine and Vehicle System
Chalmers University of Technology
Tulisan saya yang lain: