“Dalam kesulitan ada kemudahan “ keyakinan itulah yang selalu memberikan energi positif sehingga saya memiliki kekuatan menjalani kehamilan di salah satu negeri Scandinavia ini. Tidak pernah terbayangkan sebelumnya bagaimana saya harus menjalani kuliah dalam keadaan hamil, ini merupakan tantangan besar, dimana saya yang jauh dari keluarga bahkan suami yang masih berada di Indonesia kala itu.
Godaan angin putus asa dan menyerah, dalam keadaan yang lemah semakin lemah pada trimester pertama kehamilan tak jarang berhembus merongrong hati saya. Bagaimana tidak, layaknya seorang istri yang sedang hamil anak pertama tentu membutuhkan pendampingan suami sebagai penguat rasa lemah itu. Namun itulah pilihan, yang selalu sepaket dengan konsekuensinya. Kuliah di Eropa merupakan impian saya sejak di bangku SMA, saat semua do’a-do’a dikabulkan Allah, rezeki datang dalam waktu berdekatan; lulus beasiswa, bertemu jodoh, menikah, lalu hamil tentu lebih layak saya syukuri daripada harus meratapi kesedihan kala itu. Walaupun ada pilihan untuk cuti kuliah, saat itu saya lebih memilih untuk terus melanjutkan perkuliahan dengan beberapa pertimbangan. Dari jadwal kuliah, ujian terakhir akan dilaksanakan 6 Juni 2020 dan hari perkiraan lahir si bayi adalah 1 Mei 2020. Melihat jenis ujian untuk mata kuliah terakhir tersebut adalah take home test, saya harap saya akan tetap bisa menjalani ujian pasca melahirkan dan akan ada summer break untuk saya fokus mengurus bayi setelah itu.
Saat berangkat ke Swedia saya dan suami belum mengetahui kalau saya sedang hamil. Maklum saja, kami baru menikah dua bulan sebelum keberangkatan ke Swedia. Saya berangkat lebih awal saat itu dengan rencana suami akan menyusul di tahun depannya. Namun takdir bicara lain, setelah mengetahui kalau saya hamil, akhirnya suami langsung memutuskan untuk apply residence permit, berubah dari rencana awal. Keputusan itu memang tidak mudah, dilema antara pekerjaan dan keluarga, “antara cinta dan karir” kalau kata suami waktu itu. Namun kami punya prinsip yang sama dalam menjalani kehidupan, yaitu “apa yang menjadi rezekimu maka ia tidak akan melewatkanmu, dan apa yang bukan menjadi rezekimu tidak akan pernah menghampirimu.” Sehingga dengan itu secara mantap suami mengurus resign dan meninggalkan jabatannya sebagai kepala Sekolah dan tawaran sebagai pimpinan di salah satu Sekolah Tinggi Swasta yang saat itu hanya tinggal menunggu waktu pelantikannya. Walau residence permit suami segera diajukan, tetapi baru disetujui setelah kehamilan saya berusia tujuh bulan. Nah untuk itu, jika teman-teman ingin membawa keluarga ketika kuliah ke Swedia ada baiknya untuk mengurus residence permit nya bersamaan agar lebih mudah. Kalaupun waktu perginya tidak bersamaan akan lebih mudah tentunya.
Banyak pengalaman yang saya alami selama kehamilan hingga melahirkan di Swedia. Dari begitu banyak hal yang saya syukuri, ada juga pengalaman yang kurang menyenangkan seperti pingsan di kelas saat jam kuliah dan dirawat di rumah sakit karena trombosis. Saya akan mulai dari hal-hal yang sangat saya syukuri. Saya bersyukur karena pelayanan yang sangat baik mulai dari kehamilan, kelahiran, hingga pasca lahiran. Di Swedia pemeriksaan ke Bidan yang biasa disebut barnmorska bisa didapatkan secara gratis dengan syarat memiliki personnummer atau nomor identitas yang diajukan ke Skatteverket (kantor pajak) Swedia. Di Swedia sendiri, ibu hamil sejak awal periksa kehamilan hingga melahirkan akan ditangani oleh Bidan kecuali jika ada permasalahan yang perlu ditangani oleh dokter.
USG dilakukan di tempat terpisah dari barnmorska yaitu di Ultraljudsbarnmorskorna yang lagi-lagi pelayanan tersebut juga didapatkan secara gratis di Swedia. USG normalnya hanya dilakukan dua kali. USG pertama yang disarankan adalah ketika usia janin 10 minggu untuk melihat rasio probabilitas memiliki anak yang down syndrom dan ketika janin berusia 4 bulan untuk memastikan semua organ bayi lengkap dan berkembang dengan baik. Namun, karena saya mengalami masalah yang dikhawatirkan mengganggu janin, saya melakukan USG sebanyak enam kali dan tetap tidak dikenakan biaya.
Di Swedia, setiap kotamadya atau yang biasa dikenal dengan istilah kommun akan memiliki barnmorska. Jadi kita bisa mengunjungi barnmorska terdekat dengan tempat tinggal kita. Setiap pertemuan akan dilanjutkan dengan perjanjian pertemuan berikutnya. Uniknya, setiap kunjungan ke barnmorska kita tidak akan dikenakan biaya sepeserpun, tetapi jika kita tidak datang tanpa konfirmasi maka kita akan dikenakan denda 200 krone. Sebab di Swedia sangat komitmen dengan waktu, jadi jika ingin mengubah jadwal kita harus menghubungi barnmorska minimal 24 jam sebelum perjanjian agar tidak didenda.
Hal lain yang sangat menggembirakan, ada banyak paket bayi gratis yang bisa kita dapatkan di Swedia. Linknya bisa di klik di sini babybox.se. Hampir setiap apotek memiliki paket gratis yang bisa didapatkan ibu hamil dengan hanya perlu meregistrasikan personnummer. Isi paket beragam, mulai dari botol susu, tisu basah, shampo, diapers dan lain-lain. Prosesnya juga tidak sulit, cukup daftar secara online dan paket bisa langsung diambil di tempat-tempat yang menyediakan baby box dengan menunjukkan id kort (kartu identitas Swedia) yang kita miliki.
Ketika usia kandungan mencapai tujuh bulan, Kita akan diminta untuk memilih ingin melahirkan di rumah sakit mana dan biasanya akan ditawarkan beberapa alternatif rumah sakit yang bisa dipilih. Selain itu disediakan juga kelas melahirkan untuk ibu hamil. Sehingga setiap ibu hamil mengetahui hal-hal yang perlu dipersiapkan sebelum berangkat ke rumah sakit, bagaimana cara mengejan yang benar dan hal-hal lain yang sangat membantu untuk masa persalinan. Di kelas ini suami boleh mendampingi. Biasanya kelas akan disampaikan dalam bahasa Swedia, akan tetapi jika kita sampaikan bahwa kita tidak memiliki kemampuan bahasa Swedia maka akan ada penerjemah yang disediakan untuk kita ketika kelas berlangsung. Kesehatan mental ibu juga sangat diperhatikan disini. Selama masa kehamilan, bidan akan sering bertanya apakah kita ada masalah yang ingin diceritakan atau ada hal-hal yang mengganggu seperti stres dan sebagainya, karena bagi ibu hamil juga disediakan Psikolog secara gratis.
Disaat kehamilan saya berusia delapan bulan saya mengalami sedikit pendarahan sehingga saya dan suami langsung berangkat ke Karolinska Solna, rumah sakit yang kami pilih untuk bersalin nantinya. Namun karena ternyata rumah sakit tersebut penuh, akhirnya kami ditransfer ke Rumah Sakit lain yaitu Sodersjukhuset, dengan menggunakan ambulans.
Pasca melahirkan
Lagi-lagi takdir berkata lain, saya harus melahirkan ketika kehamilan saya berusia delapan bulan empat hari. Sebagai seorang calon ibu baru, hal ini sangat mengkhawatirkan saya, syukurnya suami sangat tenang dan sabar untuk memberikan penguatan kepada saya. “Takdir tidak pernah tertukar, kapanpun ketika ditakdirkan kalau dia (bayi) menjadi rezeki bagi kita maka akan tetap bersama kita dan juga sebaliknya,” lagi-lagi kata-kata dari suami itu membuat saya kuat untuk menjalani proses persalinan.
Akhirnya saya dibawa ke ruang persalinan dengan didampingi suami. Ketika proses persalinan, dokter anestesi dan dokter obgyn ikut hadir di ruang persalinan untuk berjaga jika ada hal buruk terjadi. Namun, syukurnya saya tetap bisa melahirkan secara normal dengan bantuan bidan. Proses persalinan berlangsung tidak begitu lama. Sebelum melahirkan biasanya kita akan ditanya jika kita memiliki permintaan khusus seperti hanya ingin ditangani dokter wanita atau permintaan lain.
Di Swedia, jika bayi lahir prematur maka bayi akan dirawat minimal hingga usianya sembilan bulan terhitung sejak masa dalam kandungan. Misalnya seperti yang saya alami, karena saya melahirkan saat usia kandungan masih terhitung delapan bulan empat hari, maka bayi saya dirawat di rumah sakit selama tiga minggu tiga hari. Ada juga bayi yang sudah tiga bulan dirawat tetapi tetap belum keluar dari rumah sakit karena keadaan yang belum stabil. Jadi intinya ketika bayi diizinkan untuk dibawa pulang, artinya keadaaan bayi dianggap sudah stabil.
Ketika masih dalam perawatan di rumah sakit, bayi akan berada di ruang yang sama dengan orang tuanya (Family Room). Family room untuk bayi prematur ini berisi semua kebutuhan bayi. Kita tidak diizinkan menggunakan barang-barang kita untuk menjamin kehigienisan barang yang digunakan bayi. Jadi mulai dari pakaian bayi, diapers, susu formula, handuk, baby oil, pompa ASI, botol susu dan segala kebutuhan bayi akan disediakan oleh rumah sakit.
Untuk orang tua bayi yang dirawat di rumah sakit kebutuhannya juga ikut diperhatikan. Ayah dan ibu juga diberikan beberapa pakaian ganti setiap hari. Jadi setiap menggendong bayi, kita harus mengganti pakaian dengan pakaian khusus RS yang bersih. Pakaian ini akan di laundry juga oleh pihak RS. Selain itu, ruangan juga amat dijaga kebersihannya. Bed sheet boleh diganti setiap hari dan biasanya semua peralatan di ruangan termasuk kursi juga akan dilap dengan alkohol. Disediakan juga psikolog untuk orang tua bayi agar memastikan kesehatan mental orang tua. Menurut saya, Swedia sudah sangat sadar dengan kesehatan mental ibu dan ayah sangat penting dalam merawat bayi.
Di sana juga disediakan dapur bersama sehingga kita bisa memasak, karena tentu akan mahal jika kita harus makan diluar setiap hari. Setiap pasien akan mendapatkan bagian kulkas dan lemari untuk menyimpan stok makanan. Yang menyenangkan dari dapur bersama ini adalah disediakannya tempat makan bersama para orang tua serta waktu untuk fika (coffee break) bersama. Disini kita bisa saling berkenalan dan saling memberi support. Ada juga majalah dinding yang berisi foto-foto bayi prematur yang pernah dirawat di RS tersebut yang kini telah tumbuh dewasa dengan sehat bersama para orang tuanya. Jadi rumah sakit juga memberikan kesempatan jika kita ingin berbagi pengalaman kepada para orang tua lain.
Selama di rumah sakit saya mendapatkan banyak sekali pelajaran yang saya butuhkan sebagai ibu baru. Saya dan suami diajari mulai dari bagaimana cara menggendong bayi, memandikan bayi dan hal-hal lain sebelum kami diizinkan pulang. Jadi ketika pulang ke rumah, kami sudah benar-benar paham cara merawat bayi. Saya merasa selalu ada kemudahan di balik kesulitan.
Akhirnya ketika sudah stabil, kami diizinkan pulang. Masih ada lagi fasilitas yang kami dapatkan saat itu yakni kami diberikan kartu discount untuk naik taxi. Jadi seberapa jauh pun jarak rumah, kita hanya perlu membayar 140 Krone. Kami juga dibekali diapers dan semua kebutuhan bayi untuk beberapa hari kedepan agar kami tidak perlu membelinya ketika sampai di rumah. Selain itu, karena ketika pulang, bayi kami masih menggunakan feeding tube (pipa makanan yang dimasukkan dari hidung hingga ke lambung) maka ada fasilitas home visit dari rumah sakit yang setiap dua hari sekali akan ada perawat yang datang untuk memeriksa sampai bayi mampu makan tanpa menggunakan feeding tube.
Gambar : Bayi saya (Hanif) ketika masih menggunakan feeding tube
Selama kita mendapatkan fasilitas home care, kita juga diperbolehkan untuk meminjam pompa ASI milik rumah sakit. Alat ini bisa kita gunakan sampai si bayi benar-benar bisa minum ASI langsung dari si ibu. Setelah feeding tube dilepas, perawatan diambil alih oleh Barnavårdscentral (pusat kesehatan anak). Perawat akan mengunjungi kita kerumah bersama psikolog untuk ayah dan ibu sampai enam kali kunjungan. Untuk semua fasilitas yang saya dapatkan tersebut berapa yang saya harus bayar? Jawabannya tidak ada sama sekali. Saya mendapatkan semua fasilitas tersebut dengan gratis. Itulah kemudahan melahirkan di Swedia yang saya rasakan. Bagi saya ini pengalaman serta kemudahan yang sangat luar biasa, bagaimana luar biasanya pemerintah Swedia yang sangat memfasilitasi secara baik dan gratis bagi ibu hamil dan bayi.
Tantangan dalam masa kehamilan
Kuliah pagi menjadi tantangan terberat saya pada masa kehamilan. Biasanya jika ada kelas pagi saya akan skip dan ikut kuliah selanjutnya. Syukurnya di kampus saya setiap proses pembelajaran di kelas akan direkam dan diupload sehingga saya bisa belajar walau tak hadir di kelas. Selain itu, ada forum online yang disediakan untuk bertanya ke dosen tentu berbeda dengan kesempatan bertanya langsung di kelas. Hal ini sangat membantu saya sehingga kuliah sambil menjalani masa kehamilan tidak begitu berpengaruh terhadap performa saya saat itu.
Selain itu, di kampus saya kuliah tidak ada aturan tentang kehadiran harus 80% seperti saat saya kuliah di Indonesia dulu. Biasanya di awal perkuliahan dosen akan menjelaskan pertemuan mana yang wajib dihadiri dan mana yang tidak wajib untuk dihadiri. Biasanya hanya ketika ada group project atau ada dosen tamu yang datang maka mahasiswa diwajibkan untuk hadir. Jadi hal ini sangat membantu saya kala itu sebab di trimester awal kehamilan saya mengalami mual yang hebat.
Pengalaman yang kurang menyenangkan dikala hamil adalah saat pingsan di kelas. Kehamilan saya saat itu sudah memasuki usia lima bulan. Saya yang baru saja duduk di kelas tiba-tiba merasa sedikit pusing dan selanjutnya saya kehilangan kesadaraan untuk beberapa saat. Saat tersadar, dosen dan teman-teman sudah panik memanggil-manggil nama saya. Saya adalah satu-satunya mahasiswa Indonesia di kelas tersebut. Namun, teman-teman dari berbagai negara ternyata begitu baik menolong saya dan menunjukkan rasa kepedulian mereka. Dosen langsung menghubungi pihak kesehatan kampus. Saat mengetahui bahwa saya dalam keadaan hamil, pihak kampus menelpon rumah sakit untuk mengirim ambulans tetapi karena saya masih mampu berjalan saat itu, akhirnya rumah sakit menyarankan untuk datang dengan taksi. Saya diantar oleh salah satu teman sekelas saya saat itu dan Alhamdulillah keadaan saya dan bayi dalam kandungan saya baik-baik saja. Salah satu teman Indonesia juga datang dan mengantar saya pulang saat itu.
Di masa kehamilan hampir tujuh bulan, sebelah kaki saya mengalami pembengkakan sehingga saya sulit berjalan. Saya menghubungi salah satu teman PPI Swedia, untuk menemani saya periksa ke rumah sakit. Awalnya saya kira saya hanya akan diperiksa dan diberi obat. Tetapi ternyata saya mengalami trombosis, yaitu penggumpalan darah. Saya harus dirawat dirumah sakit selama beberapa hari karena trombosis berbahaya bagi saya dan janin saya. Selama dirawat dirumah sakit, walau suami belum di Swedia, saya tidak pernah sendiri. Teman-teman dari PPI Swedia bergantian menemani saya dan membantu saya mulai dari mengambil barang-barang yang saya butuhkan dari apartemen tempat tinggal saya bahkan mencuci pakaian saya. Saya merasa begitu bersyukur dikelilingi orang-orang yang begitu baik. Mereka adalah kemudahan yang dijanjikan Allah untuk menjalani masa sulit saya. Hikmah dari dirawatnya saya di rumah sakit adalah dokter memberikan surat untuk disampaikan ke Migrationverket sehingga Resident Permit suami saya disetujui saat itu juga.
Begitulah pengalaman yang saya rasakan kuliah sambil menjalani masa kehamilan di Swedia. Semoga memberikan informasi bagi para calon mahasiswa yang sudah berkeluarga dan ingin melanjutkan studi di Swedia.
Adelina Pinem
M.Sc in Strategic Information System Management
Stockholm University
Editor: Badai Kesuma