Interupsi Ismunandar, Atdikbud KBRI Singapura (Atase Pendidikan dan Budaya Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Singapura) ditengah Sidang simposium PPI Dunia 2015 (10/8), menandai ditutupnya Simposium PPI Dunia 2015 secara resmi oleh perwakilan pemerintah Indonesia.
“Saya mengharapkan Simposium PPI Dunia ini dapat menghasilkan sebuah deklarasi dan dikirimkan ke media. Hal ini bertujuan agar masyarakat di Indonesia dan pemerintah mengetahui apa yang dibicarakan oleh mahasiswa-mahasiswa dari seluruh dunia disini”. Kata Ismunandar, pengajar yang pernah aktif di Institut Teknologi Bandung.
Simposium PPI Dunia 2015 kali ini dilaksanan pada tanggal 8 – 10 Agustus 2015, di Singapura, dengan mengangkat tema “Mempersiapkan Indonesia Menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN”. Seperti pemberitaan yang dikutip dari ppidunia.org, pada pertemuan kali ini peserta terdiri dari 37 negara dan dihadiri kurang lebih 300 peserta.
Rangkaian acara dalam simposium dunia kali ini terdiri dari diskusi pengantar, diskusi panel dan perhelatan utama yakni Sidang PPI Dunia 2015. Dalam diskusi pengantar, panitia berhasil mendatangkan pembicara dari tingkat menteri hingga wakil presiden Republik Indonesia.
Pada sesi diskusi pengatar, Benni Yusriza, Koordinator Umum PPI Swedia diberikan kesempatan untuk menjadi moderator dalam sesi diskusi pembuka dan dialog dengan Menteri Pendidikan dan Budaya, Anies Baswedan, Ph.D.
Dalam diskusi tersebut Anies mengingatkan agar seluruh mahasiswa yang berkuliah di luar negeri untuk tidak terburu-buru pulang ke Indonesia. Hal ini disampaikan agar mahasiswa-mahasiswa yang ada di luar negeri mampu memaksimalkan daya guna yang terdapat di tempatnya berkuliah, sehingga nanti bisa dimanfaatkan bagi tumbuh kembangnya bangsa Indonesia.
Tidak hanya Anies Baswedan, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan dan mantan wakil presiden Boediono juga turut hadir membagikan visi kebangsaanya kepada peserta simposium.
Di hari kedua simposium, Wakil Presiden Republik Indonesia, Jusuf Kalla, menyempatkan diri untuk berdialog dengan peserta. Dalam pesannya, beliau mengatakan Indonesia membutuhkan generasi dengan semagat ilmu pengetahuan dan teknologi yang tinggi sehingga dapat mendongkrak posisi Indonesia di dunia.
“Perlu ada semangat untuk maju tentu dengan berlandaskan pengalaman kita yang lalu. Selalu melihat apa yang bisa kita buat, lihat perbandingannya. Seperti Singapura ini, usianya 50 tahun, sudah bisa begini hasilnya, kita harus bertanya kepada diri sendiri, apa yang kita buat. Kenapa kita tidak bisa? Padahal, kita punya potensi jauh lebih besar,” kata Jusuf Kalla, dikutip melalui kompas.com.
PPI Dunia yang diwakilkan oleh Ahmad Almaududy Amri, pada kesempatan dialog dengan Jusuf Kalla setidaknya menyampaikan dua agenda penting dalam kepengurusannya, yakni problematika konversi nilai dan masalah ketidakpastian mahasiswa Indonesian yang dipulangkan akibat konflik Yaman.
Dinamika Sidang PPI Dunia 2015: Tarik ulur pemilihan Koordinator anyar PPI Dunia
Sidang PPI Dunia merupakan agenda utama dalam perhelatan akbar kali ini. Dalam sidang tersebut, beberapa agenda dibahas seperti evaluasi kerja PPI Dunia 2014/2015, pembahasan rekomendasi PPI kawasan, pemilihan koordinator PPI kawasan, pemilihan koordinator penetapan tuan rumah Simposium PPI Dunia 2016 dan pencanangan rekomendasi simposium PPI Dunia 2015 kepada pemerintah Indonesia.
Salah satu yang menarik dari sidang kali ini adalah dinamika pergantian koordinator PPI Dunia. Sebelum mengerucut menjadi dua nama, Monica Jonan (PPI Republik Ceko) dan Steven Guntur (PPI Russia), terdapat lima bakal kandidat koordinator PPI Dunia 2015/2016. Gregorius Rionugroho (PPI Korea) dan Dewa Frendika (PPI Prancis) tidak bersedia untuk dicalonkan karena keduanya memegang amanah sebagai Koordinator Kawasan Asia-Oceania dan Kawasan Amerika-Eropa (AMEROP).
Sedangkan Benni Yusriza (PPI Swedia), menolak karena urusan dapurnya lebih penting ketimbang melanggeng menjadi koordinator PPI Dunia.
Dalam kesempatan kali ini, Steven Guntur sudah menjadi kandidat yang kuat karena dari awal dimulainya simposium, nama dia sudah menjadi perbincangan khalayak peserta simposium sebagai calon potensial.
Namun, pencalonan Steven bukan tanpa batu kerikil, karena PPI Amerika-Eropa yang seharusnya menjadi arus utama pendukung PPI Russia pecah akibat tidak konsistennya PPI Russia dalam memegang amanah.
Sesuai dengan hasil keputusan Simposium PPI AMEROP 2015 di Russia, PPI Russia pada saat itu mengajukan diri sebagai Koordinator PPI AMEROP 2015/2016. Tapi, pada saat rapat komisi wilayah, dengan lantang perwakilan PPI Russia mengundurkan diri dan lebih memilih untuk maju menjadi koordinator PPI Dunia.
Tegas, keputusan sepihak tersebut mencipatkan banyak polemik dan tentangan dari beberapa PPI di kawasan AMEROP, khususnya PPI Swedia.
“Tentu saja saya mempertanyakan motif pencalonan itu! Sangat problematis ketika perubahan sepihak itu terjadi dan mengatasnamakan kebaikan yang lebih besar. Menjadi pemimpin itu harus mampu menunda kesenangan, harus mampu menyelaraskan antara ucapan dan tindakan … Jjika pada komponen yang kecil saja sudah berani melangkahi janji, bagaimana saya bisa percaya ke depannya? Untung saja ada Dewa Frendika yang secara kapabilitas mampu memimpin, bersedia menjadi ‘bemper’ di kawasan ini”, tegas Benni, dalam pernyataan terakhirnya sebelum diadakan pemilihan umum.
Melihat dinamika tersebut, Benni menjagokan Monica Jonan sebagai calon alternatif melawan Steven Guntur. Ada dua alasan utama mengapa Benni mencalonkan Monica. Pertama, koordinator PPI Dunia menurut hematnya paling tidak mempunyai sisa masa studi minimal dua tahun, karena amanah ini akan banyak mengganggu kegiatan studi. Kedua, Monica dianggap mempunyai tiga modal utama untuk memimpin, modal ekonomi, modal politik dan modal budaya.
Modal ekonomi dibutuhkan karena PPI Dunia adalah organisasi non-profit oleh karena itu koordinatornya diharapkan tidak banyak bermasalah dengan urusan ekonomi. Kedua modal politik diharapkan agar PPI Dunia mempunya akses yang dekat dengan pemerintah sehingga rekomendasi PPI Dunia dapat didengar. Ketiga modal budaya dan akademik merujuk pada arah visi Monica yang ingin mengembalikan fungsi PPI Dunia ke dalam basis riset ilmu pengetahuan.
Namun demikian, ternyata 18 dari 31 kuota forum delegasi PPI Dunia sepakat untuk memilih Steven sebagai koordinator PPI Dunia 2015/2016.
Dari segi persiapan, Steven memang sudah jauh diunggulkan karena sudah mempersiapkan dari jauh-jauh hari untuk pencalonan ini. Beda dengan Monica yang hanya dijagokan sebagai calon alternatif.
Kemudian, dengan pesona panggungnya dalam memaparkan program-programnya, Steven berhasil menarik hati delegasi-delegasi yang hadir.
Epilog: 4 butir rekomendasi yang tak bertaring
Dalam sidang PPI Dunia 2015, selain memilih koordinator PPI Dunia 2015/2016, sidang ini juga menetapkan Koordinator Kawasan yang baru. Imam Khariul Annas – PPI Saudi Arabia dipercaya sebagai Koordinator Kawasan Timur Tengah. Sedangkan Gregorius Rionugroho (PPI Korea) dan Dewa Frendika (PPI Prancis) dipercaya sebagai Koordinator PPI Kawasan Asia-Ocenia dan PPI Kawasan Amerika-Eropa.
Pada kesempatan ini juga, Mesir ditetapkan sebagai tuan rumah PPI Dunia 2016.
Diakhir sidang, salah satu agenda utama sebelum penutupan peserta seharusnya membahas secara rinci draft empat butir rekomendasi kepada pemerintah. Rekomendasi tersebut terdiri dari empat poin utama: (1) Kewirausahaan; (2) Diaspora; (3) Kepemudaan; (4) Pendidikan.
Namun, dengan alasan waktu yang terbatas, draft tersebut sudah dikondisikan untuk dibahas sebelum sidang dimulai. Sehingga, pada saat waktunya melakukan pembahasan, peserta tidak mempunyai waktu untuk membahas lebih detil dan mengkritisi hasil buah pikir rekomendasi tersebut.
Secara institusi, Benni Yusriza, Koordinator PPI Swedia, dengan tegas menolak isi dari rekomendasi tersebut dengan alasan lemahnya penelitian dalam butri-butirnya.
“Saya menolak karena lemahnya penelitian yang ada di draft ini. Kita ini berkumpul dengan kapasitas dan beban besar sebagai mahasiswa. Kalau hasilnya hanya begini, saya malu dengan status saya sebagai akademisi. Kita disini bukan untuk ‘genit-genit’ akademik!” Kata Benni.
Benni menambahkan, untuk teknisnya sendiri rekomendasi ini dibagikan sangat dekat waktunya dengan pelaksanaan simposium. Jadi, sulit sekali untuk mengkritisi dan membuat penelitian yang lebih komprehensif untuk memperkuat butir-butirnya.
Tapi, tidak dengan banyak perdebatan, dalam sidang tersebut, hasil rekomendasi sudah disahkan.
“Walaupun sudah disahkan, saya tidak dimintai tanda tangan menyetujui ataut tidak. Jadi saya anggap hasilnya tidak merepresentasikan mayoritas,” tambah Benni.
Hej då!
1 thought on “Simposium PPI Dunia 2015: “Arisannya” Persatuan Pelajar Indonesia Seluruh Dunia”