Setiap perjalanan mengajarkan kepada saya banyak hal. Bulan September 2020, saya bersama dengan teman-teman PPI Swedia melakukan perjalanan ke Suderbyn Ecovillage. Perjalanan ini bertajuk Study Trip to Suderbyn Ecovillage. Salah satu tujuannya adalah melihat langsung bagaimana kehidupan yang berkelanjutan (sustainable living) dan berdampingan dengan alam.
Mengenal Suderbyn Ecovillage
Suderbyn Ecovillage berawal dari komunitas yang berdiri pada tahun 2008. Saat ini, komunitas itu terdiri dari sekitar 25 orang dari berbagai negara dengan latar belakang yang berbeda. Komunitas ini menjalankan gaya hidup yang berkelanjutan secara sosial dan lingkungan. Luas lahan dari Suderbyn Ecovillage sekitar 5 hektar.
Menuju Suderbyn.
Suderbyn Ecovillage terletak di Gotland, Swedia, sebuah pulau di tengah Laut Baltik. Perjalanan kami dimulai dari Stockholm menuju Nynäshamn menggunakan kereta. Kemudian naik ferry menyeberangi Laut Baltik menuju Visby, Gotland. Perjalanan mengarungi Laut Baltik memakan waktu sekitar tiga jam. Lalu dari Visby, kami lanjut naik bus menuju Suderbyn.
Ada apa saja?
Sesampainya di Suderbyn, kami disambut oleh Alisa, salah satu sukarelawan Suderbyn Ecovillage. Kami mendapat sambutan yang hangat dan dilanjutkan penjelasan hal-hal apa saja yang akan kami lakukan selama di Suderbyn. Kami juga dijelaskan dimana kami akan tidur untuk malam itu. Kami dibagi beberapa kelompok, ada yang tidur di rumah utama, di tenda, dan di bungalow.
Gambar 1. Alisa sedang menjelaskan mengenai Permaculture Ecovillage.
Permaculture Ecovillage.
Berdasarkan penjelasan yang kami dapat, secara sederhana prinsip dari permaculture ecovillage ini adalah menjaga keseimbangan dan berkelanjutan serta hidup bersama alam. Konsep dasarnya berawal dari pertanian yang terpadu dan terintegrasi. Manusia bertanggung jawab tidak hanya terhadap eksistensi manusia dan keturunannya tetapi juga keberlangsungan makhluk hidup lainnya termasuk alam.
Berkebun
Para sukarelawan yang sedang tinggal di Suderbyn menanam bahan makanan di kebun yang mereka kelola. Komunitas ini berusaha agar bahan makanan yang mereka gunakan dapat terpenuhi dari kebun mereka. Berkebun di Suderbyn bukan perkara mudah. Tantangannya antara lain angin dan kondisi alam. Angin di daerah itu sangat kencang. Tanaman bisa dengan mudah rusak jika angin kencang menerjang. Untuk mengatasi kondisi itu, para sukarelawan membuat gundukan tanah berbentuk tapal kuda/sepatu kuda. Tanaman ditanam di tengah-tengah bentuk tapal kuda, dengan gundukan mengelilingi area tanam. Terdapat tujuh gundukan tapal kuda. Dengan cara itu, tanaman menjadi lebih terlindungi dari angin kencang namun tidak merusak lingkungan.
Tantangan berikutnya adalah kondisi alam, Swedia adalah negara dengan empat musim. Ketika musim dingin, tidak banyak tanaman yang bisa ditanam. Strategi yang digunakan adalah merotasi jenis tanaman setiap musim dan menanam tanaman yang berbeda dalam media tanam yang berdekatan sehingga lebih efisien.
Apakah cukup dengan berkebun?
Saat ini di Suderbyn Ecovillage, para sukarelawan berusaha untuk memenuhi kebutuhan mereka dengan menghasilkan produk dari mereka sendiri. Namun memang belum terpenuhi semuanya. Untuk kebutuhan yang tidak dapat mereka penuhi sendiri, mereka membeli bahan makanan vegan dan ekologis dari luar namun mereka memprioritaskan produk lokal. Jadi mereka juga memberdayakan produk lokal dan juga tetap menjunjung nilai yang mereka anut.
Gambar 2. Kebun dan green house (latar belakang) di Suderbyn.
Green House
Di area perkebunan terdapat satu green house yang cukup besar. Pada saat kami berkunjung ke sana terdapat beberapa jenis tanaman yang sedang ditanam seperti selada dan tomat. Tantangan dalam mengelola green house ini adalah suhu udara yang harus terjaga baik di dalam green house karena suhu di luar secara umum selalu lebih rendah.
Toilet Kering Kompos
Salah satu hal menarik yang kami lihat adalah keberadaan toilet kering kompos (dry compost toilet). Sistem toilet kering ini adalah dengan mengolah limbah manusia tanpa menggunakan air. Limbah itu harus melalui proses pengomposan yang ramah lingkungan untuk kemudian dapat dimanfaatkan. Namun tidak semua orang di sana dapat menggunakan toilet kering ini. Hanya untuk orang yang sedang tidak mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung bahan kimia buatan atau obat-obatan. Jadi selain orang dengan kategori itu, bisa menggunakan toilet lainnya.
Cara kerja toilet kering kompos ini cukup sederhana. Limbah ditampung pada tempat yang telah disediakan dan terpisah penampungan antara urin dan tinja. Kemudian dilakukan pengolahan dengan bahan yang aman bagi lingkungan dan penimbunan selama sekitar enam bulan. Selama waktu tersebut terjadi proses penguraian kotoran hingga menjadi kompos. Kompos tersebut yang kemudian digunakan untuk sebagai media penyubur tanaman.
Tommy, Biogas Digester
Suderbyn secara swadaya membangun biogas digester dan sistem pemanas biogas. Biogas Digester itu mereka beri nama yaitu Tommy. Sayangnya saat kami berkunjung ke sana. Tommy sedang perawatan rutin jadi kami tidak bisa melihat bagaimana Tommy beraksi. Sistem pemanas biogas yang mereka gunakan sangat ramah lingkungan. Tommy berada di dalam Dome. Selain Tommy, di Dome juga terdapat bibit-bibit tanaman sebelum ditanam ke kebun. Suhu yang hangat di dalam Dome menjadi rumah yang cocok bagi bibit tanaman untuk berkembang dan tumbuh.
Gambar 3. Sistem pemanas biogas di dalam Dome.
Turbin Angin
Bersahabat dengan alam terlihat diimplementasikan dengan baik di Suderbyn. Jika sebelumnya saya menuliskan bahwa angin kencang dapat merusak tanaman sehingga mereka harus membangun tapal kuda. Namun angin kencang juga dapat dimanfaatkan menjadi energi. Mereka membangun turbin angin. Turbin angin itu mampu menghasilkan energi lebih dari 1000 kW. Energi listrik yang dihasilkan memang belum memenuhi secara total kebutuhan di Suderbyn namun secara perlahan mereka mencoba memenuhinya.
Makanan
Selama berada di sana, kami disuguhi makanan vegan. Mayoritas makanan tersebut berasal dari kebun yang mereka kelola. Namun tetap variatif dan berwarna (alami tentunya). Hal menarik lainnya adalah orang yang bertugas memasak harus mempresentasi hasil masakannya terlebih dahulu. Jadi sebelum makan kita tahu bahannya apa saja dan bagaimana proses pembuatannya. Menarik sekali!
Workshop
Ketika kami masuk ruangan ini, saat itu sedang tidak ada aktivitas. Namun ruangan ini punya peran yang vital. Di ruangan workshop ini terdapat berbagai jenis peralatan dan perkakas mulai dari palu kecil sampai gergaji besar. Dari ruangan ini lahir berbagai produk yang mereka gunakan. Peralatan itu juga yang digunakan untuk membangun bangunan di Suderbyn. Mereka memaksimalkan segala bahan yang ada untuk digunakan kembali dalam membuat bangunan atau memperbaiki bangunan.
Harmoni dalam Kolaborasi
Setiap awal pekan mereka melakukan pertemuan untuk berdiskusi dan berbagi tugas. Banyak hal yang harus dilakukan oleh para sukarelawan yang sedang tinggal di Suderbyn. Namun mereka melakukannya dengan harmonis. Tidak hanya harmonis dengan sesama manusia namun juga dengan alam. Latar belakang yang berbeda justru memperkaya cara kerja mereka dan menghasilkan inovasi yang luar bisa. Sudut pandang yang berbeda tidak menjadi penghambat namun menjadi pendorong lahirnya ide dan aksi yang keren. Hal itu membuktikan kolaborasi itu berjalan dengan baik. Jadi selama perjalanan ini saya belajar banyak hal terutama bagaimana hidup harmonis secara sosial dengan alam. Keseruan perjalanan ini juga dapat dilihat di Vlog PPI Swedia di kanal youtube https://www.youtube.com/watch?v=vrVEO-twnO0 . Untuk mengetahui lebih banyak mengenai Suderbyn Ecovillage dapat mengunjungi laman resminya di https://www.suderbyn.se/ .
Sumber foto: dokumen pribadi
Rachmad Maulana Firmansyah
Master Programme in European Business Law
Lund University
Editor: Badai Kesuma