Hejsan alla!
Halo semua!
Perkuliahan di Swedia segera dimulai, lo. Sebagian besar kampus-kampus di negeri utara ini secara resmi mengawali kelas untuk periode musim gugur (autumn) pada pekan pertama September. Wah, sebentar lagi dong?
Saya termasuk satu dari puluhan mahasiswa Indonesia yang datang lebih awal ke Swedia. Saya menginjakkan kaki di ibukota Swedia, Stockholm, sejak 1 Agustus 2018 lalu. Ngapain sih? Hehe, bukan karena ambisius sih ya…tapi karena saya mendaftar sebuah kelas persiapan yang diselenggarakan KTH Royal Institute of Technology, tempat saya menimba ilmu di sini.
Sebelum berangkat, para calon mahasiswa baru di KTH dikirimi bejibun email yang berisi informasi-informasi bermanfaat. Salah satu yang menarik adalah tawaran kelas persiapan studi dan bahasa Inggris akademik atau Pre-Sessional Course in Study Skills and English for Academic Purposes. Semakin menarik begitu tahu kelas ini gratis! Padahal di kampus lain, kelas seperti ini harus bayar. Wah, sayang kalau dilewatkan deh.
Kalau membaca silabusnya, kelas ini bertujuan untuk mempersiapkan mahasiswa internasional untuk studi master mereka berupa kursus terpadu dalam keterampilan belajar dan bahasa Inggris untuk tujuan akademis. Juga untuk mempelajari dan mendiskusikan budaya di lingkungan akademik. Tentu saja, kelas ini diprioritaskan bagi mahasiswa internasional berbayar (tuition fee-paying student) dan berbahasa ibu selain bahasa Inggris.
Hari pertama, kami—yang jumlahnya sekitar 150-an orang—dikumpulkan dalam satu kelas besar dengan format seminar lecture yang diampu oleh dosen kordinator kelas ini, Jamie Rinder. Orangnya santai banget, bahkan hari berikutnya dia memakai pakai celana pendek dan sandal! Wah, langsung tergambar betapa suasana belajar di Swedia itu casual dan tanpa jarak antara dosen-mahasiswa.
Setelah seminar lecture tersebut, kami dibagi ke dalam beberapa grup di kelas dengan satu guru (oh iya, di sini dosen disebut teacher, bukan lecturer). Satu kelas hanya berisi antara 20-25 orang. Saya tergabung di Grup 8, yang diampu Susanna Lyne.
Setiap hari Senin-Jumat terhitung sejak tanggal 2 Agustus, kami berdiskusi dan menyerap ilmu selama 3 jam. Tenang aja, nggak bakal bosan karena kita boleh nyemil atau minum di kelas dan ada waktu istirahat 15 menit. Materi yang disampaikan benar-benar sesuai kebutuhan kita untuk perkuliahan nantinya. Mulai bagaimana menulis kalimat dan paragraf dengan bahasa formal, mengenal tingkat formalitas, latihan menulis esai, laporan, presentasi oral, bahkan teknik bagaimana menyampaikan pendapat di lingkungan akademik. Buat saya yang skor IELTS-nya pas-pasan dan belum pernah tinggal di luar negeri, kelas ini membantu saya buat beradaptasi. Tak hanya kemampuan teknis berbahasa, secara tak langsung kelas ini menjadi simulasi bagaimana sistem pendidikan di Swedia berjalan. Saya masih ingat, Jamie membeberkan alasan mengapa kelas ini lebih menekankan kerja bersama antar mahasiswa.
Di Swedia, atmosfir kolektif alias kebersamaan jadi hal yang utama. Contohnya, kami selalu diminta diskusi dan saling mengoreksi tugas masing-masing sebelum dibahas di level kelas (bahkan kadang juga nggak dibahas di kelas). Istilahnya peer review. Belum lagi diskusi berkelompok, tugas berkelompok, dan presentasi kelompok.
Yah emang sih, kadang kita mungkin agak apes berpartner dengan orang yang terlihat nggak lebih jago dari kita. Atau, katakanlah orangnya pemalas. Saya pernah peer review sama teman yang dia nggak mengerjakan tugas sama sekali, malah sibuk selfie dan ngecek Facebook. Haha, haduhhh.
Tapi Jamie bilang, “here, we grow together.” Saling membantu dan berproses dengan saling melengkapi untuk mencapai tujuan bersama. Karena bisa jadi yang tampaknya pemalas tadi kelak bakal jadi teammate saat riset atau partner bisnis kita yang hebat, kan?
Oh iya, kelas selalu dimulai 15 menit setelah jadwal resmi. This is another Swedish tradition, katanya. Jadi jangan heran kalau jadwal perkuliahan misalnya 09.00, tapi dosennya belum datang. Karena selalu ada selisih 15 menit sebelum benar-benar dimulai.
Dalam satu sesi kelas Bahasa Inggris ini juga ada ujian yang merepresentasikan ujian di dunia nyata perkuliahan. Jamie mengungkapkan, tak sedikit mahasiswa internasional maupun asli Swedia yang kesulitan menuangkan gagasannya ke dalam jawaban karena terlanjur terbiasa mengandalkan gadget. Jadi, ujian tertulis ini perlu diperkenalkan lebih awal. Pasalnya, ujian alias examination di Swedia itu berupa menulis tangan. Nggak tanggung-tanggung, lamanya bisa sampai 4 jam. Nah, untuk mempersiapkan ke sana, kami juga menjalani ujian tertulis untuk mempertajam gagasan riset masing-masing selama 90 menit aja. Boleh bawa minum dan cemilan juga, asal jangan berisik ya biar nggak mengganggu teman-teman lainnya.
Setelah serangkaian materi, diskusi, tugas-tugas individu maupun berkelompok, tibalah hari terakhir kelas yang berfaedah ini. Kelas ditutup dengan sesi debat ala akademisi Oxford pada 21 Agustus lalu. Debat gaya Oxford ini meliputi satu moderator yang membawakan satu topik, dengan masing-masing 3 orang di kubu kontra dan pro. Sebelum memulai debat, moderator akan menggelar voting bagi audiens. Lalu, debat dibuka dengan opening speech bergantian antarkubu dan dilanjutkan dengan sesi pertanyaan. Di akhir debat, tiap kubu akan menyampaikan closing speech dan moderator kembali menggelar voting bagi penonton. Bagian ini yang seru, karena layaknya politikus, tiap kubu tentu berharap mendapatkan sebanyak-banyaknya suara penonton.
Kelompok saya merupakan salah satu kubu yang harus menelan kekalahan karena kehilangan suara. Mungkin karena kurang meyakinkan saat debat. Kami kebagian topik “Should Animal Testing be Banned?” dan jadi kubu yang menentang ide itu. Di awal kami mendapat dukungan lebih banyak. Namun meski alasan-alasan logis dan saintifik sudah dipaparkan, ada 2 suara yang melayang karena kubu lawan lebih ‘main perasaan’. Haha, menarik!
To sum up, kalau kampus tempat kalian kuliah nanti menawarkan kelas persiapan studi atau bahasa Inggris akademik, saya menyarankan banget kalian untuk mengambilnya. Selain menambah wawasan dan teman-teman baru, kita bakal lebih siap untuk menjalani hari-hari sesungguhnya selama hidup di Swedia.
Gimana? Sampai bertemu di Swedia ya!
Artika Rachmi Farmita
Master Student in Media Management
KTH Royal Institute of Technology
1 thought on “Tak Hanya Atlet, Mahasiswa Juga Pemanasan Sebelum Kuliah!”