Swedia merupakan salah satu negara yang konsisten berada di puncak daftar negara paling ramah terhadap wanita. Berdasarkan survey the best country in the world to live in for woman dari US News & World Report pada tahun 2017, Swedia menempati posisi puncak. Faktor penilaiannya melingkupi 5 aspek, yaitu: cares about human rights, gender equality, income equality, safe dan progressive.
Secara statistik, komposisi anggota parlemen Swedia di tahun 2014, 43.6 %-nya adalah wanita (152 dari 349 kursi). Di sektor pendidikan, 48% dari seluruh wanita Swedia mengenyam pendidikan tinggi, sementara prosentase serupa untuk laki-laki hanya 35%. Pada tahun akademik 2016/2017, diantara 86000 mahasiswa baru, 57%nya adalah wanita. Lebih spesifik, 48% dari seluruh mahasiswa S3 di Swedia adalah wanita. Selain itu, dalam kehidupan kerja, persentase wanita yang bekerja di Swedia adalah yang tertinggi di Eropa, yaitu 78.3 persen. Secara rata-rata pay gap wanita adalah 88% dari pria (posisi 9 terbaik di antara negara eropa). Diperkirakan pay gap ini akan menjadi seimbang pada tahun 2025.
Tingginya persentase wanita di berbagai bidang ini tentu tidak lepas dari beragam kebijakan yang memudahkan para wanita untuk menjaga keseimbangan peran di tempat kerja dan keluarga.
Pemberian parental leave untuk orang tua sebanyak 480 hari per anak tentu sangat membantu para ibu karir. Sebelum itu, ketika masa hamil wanita mendapatkan cek kesehatan kehamilan gratis dan graviditetspenning yaitu cuti hamil 60 hari sebelum kelahiran dengan tetap mendapatkan gaji 80%.
Pemahaman baik terhadap peran ibu yang sudah membudaya membuat kolega di tempat kerja mudah memahami dan menerima alasan dari wanita saat bekerja yang berkaitan dengan perannya sebagai ibu. Di Swedia, memberhentikan wanita karena hamil adalah tindakan yang bertentangan dengan hukum. Jadi meskipun berbulan-bulan tidak masuk kerja para ibu tidak khawatir kehilangan pekerjaannya.
Di kampus, tidak jarang saya melihat pegawai dan mahasiswa yang membawa bayinya. Meskipun mengasuh bayi, terkadang menenangkan bayi di koridor, bercengkerama dengan teman sambil gendong anak di fika room, para pegawai tetap bisa bekerja di kampus jika diperlukan. Hal ini sangat normal di Swedia. Dan membawa bayi ke kampus tidaklah dianggap sebagai hal yang mengganggu namun sesuatu yang ”adorable/sweet”. Dengan situasi masyarakat yang demikian, hal yang wajar jika Swedia menjadi negara yang ideal bagi wanita.
Kesetaraan gender
Di Swedia, kamu juga akan sangat sering melihat wanita yang bekerja di beragam jenis pekerjaan. Di Indonesia, kita sangat jarang menemui wanita yang bekerja di pekerjaan yang ”maskulin”, seperti sopir angkutan, dan pekerja bangunan. Namun di sini, kamu akan dengan mudah melihat truk-truk barang atau truk angkut besar yang dikemudikan oleh wanita. Bus-bus umum juga banyak yang disopiri oleh wanita, bahkan oleh wanita berusia hampir lanjut. Di beberapa sudut kota di mana ada pembangunan konstruksi, kamu akan menemukan beberapa wanita yang turut bekerja di sana, mengangkat barang-barang konstruksi adalah hal yang biasa. Di musim (yang masih) dingin seperti sekarang ini, kamu juga bisa melihat wanita-wanita yang membersihkan atap-atap gedung dari tumpukan salju yang menggunung dengan alat pembersih manual. Semua terasa awkwardly normal. Momen yang jaw-droping bagi yang pertama kali melihatnya.
Dikarenakan tingginya keseriusan terhadap kesetaraan gender ini, nampak sekali perilaku wanita di Swedia yang lebih mandiri dan tangguh dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga meskipun telah didukung dengan berbagai kebijakan pemerintah yang ramah wanita, kegigihan ”pembuktian diri” sebagai wanita yang berhak setara dengan pria terasa nampak dari diri mereka sendiri. Term ”ladies first” atau pengharapan belas kasihan yang lain rasanya juga jarang dijumpai selama tinggal di sini.
Meskipun saya sebagai seorang pria sangat mendukung kesetaraan gender ini, ada hal-hal menarik yang saya temui ketika hidup di antara masyarakat Swedia ini. Misalnya, jika seandainya ada wanita muda di jalan yang membawa barang dan menurut persepsi saya membutuhkan bantuan, saya merasa khawatir jika saya menawarkan dia bantuan akan dianggap sebagai sesuatu yang ”rude”/kasar. Mungkin saja tawaran bantuan saya dipersepsikan sebagai pandangan meremehkan akan ”kemampuan” wanita tersebut.
Kesetaraan gender tentu saja merupakan hal baik yang patut didukung untuk lebih memperhatikan posisi wanita dengan berbagai tuntutannya berperan sesuai dengan kodratnya. Sepatutnya kodrat peran wanita tidak digunakan untuk membuatnya selalu di pihak yang dirugikan namun justru sebagai pihak yang dimengerti. Namun, ”culture shock” akan ditemui seiring dengan setaranya posisi wanita dan pria. Hal ini hendaknya dapat dipahami dengan bijaksana.
Untuk menutup artikel kali ini, saya ingin menceritakan sebuah situasi yang menarik jika dilihat dari sudut pandang kesetaraan gender. Misalkan ada sebuah kelompok belajar yang terdiri dari 9 wanita dan 1 pria. Kelompok belajar ini hendak melakukan kunjungan belajar ke sebuah pabrik besi di luar kota. Untuk itu, mereka menyewa sebuah mini bus yang mampu mengangkut mereka semua. Ketika tiba waktu mereka berangkat dari kampus, mahasiswa yang merupakan satu-satunya pria tanpa berembuk dan meminta ijin langsung berinisiatif menyopiri mini bus tersebut. Melihat hal itu, 9 mahasiswi lainnya tidak bisa menerima perlakuan tersebut. Dari 10 orang mahasiswa yang 9-nya adalah mahasiswi, mengapa yang menjadi sopir justru si mahasiswa yang hanya satu-satunya pria di antara mereka? Menurutmu, bagaimanakah seharusnya mekanisme penunjukan sopir mini bus tersebut agar adil sesuai dengan perspektif kesetaraan gender? 😀
Mvh,
Anandika
Penulis Reguler PPISwedia.se
Doctoral Student
Operation and Maintenance Division
Avdelningen för Drift, Underhåll och Akustik
Luleå Tekniska Universitet
Kontak saya di sini – linkedin atau di sini – Quora.
Referensi:
expertmarket.co.uk/focus/closing-eu-gender-pay-gap#sources
theculturetrip.com/europe/sweden/articles/is-sweden-the-best-place-in-the-world-to-be-a-woman/
sweden.se/society/10-things-that-make-sweden-family-friendly/
sweden.se/society/gender-equality-in-sweden/
english.uka.se/statistics/gender-equality-in-higher-education.html
Artikel saya yang lain:
Potensi kontribusi alumni Swedia bagi Indonesia
Menyoal ranking universitas di Swedia, pentingkah untuk karirmu?
Beragam Keuntungan Kuliah S3 di Swedia
Temukan kesempatan S3-mu di Swedia, di sini!
Kisah (Tidak) Sedih dari Ujung Dunia