Halo teman-teman pembaca! Semoga kalian selalu dalam keadaan sehat dan bahagia 😀
Pada blog kali ini, saya mau berbagi pengalaman saya menghadapi musim dingin/winter pertama saya di Eropa Utara, Swedia. Tapiiii, tunggu dulu, memang ada apa dengan musim dingin? Mungkin itu pertanyaan pertama yang muncul dibenak teman-teman saat membaca artikel ini.
Yap! Sama seperti saya dulu, sebelum pertama kali menghadapi musim dingin secara langsung! Saya juga bertanya-tanya, memang winter kenapa ya?
Sebelumnya, Kak Lygian Syoufani juga sudah pernah menjelaskan tentang Seasonal Affective Disorder (SAD) tipe winter dari pendekatan teori yang artikelnya dapat diakses pada laman berikut:
Pada blog kali ini, saya tidak akan bercerita tentang winter blues atau SAD dari sisi teori, tetapi saya akan berbagi pengalaman pribadi dan juga hasil obrolan dengan mahasiswa lainnya tentang winter darkness atau kegelapan musim salju yang setelah diulik-ulik, ternyata sangat berdampak bagi psikologis kita.
Di awal kedatangan saya pertama kali–saat musim gugur–ke Stockholm 1 tahun lalu, saya sering ditanya oleh teman-teman di program tentang bagaimana rasanya menghadapi cuaca Eropa Utara sebagai orang yang berasal dari iklim tropis. Saat itu selalu saya menjawab dengan “I am still struggling with the coldness and the minus temperature haha!”. Kemudian pertanyaan tersebut selalu berujung dengan pernyataan dari mereka bahwa musim gugur saat itu tidak akan seberapa dibandingkan dengan musim dingin nanti. Baik teman program maupun teman housing corridor, mereka selalu berulang kali mengatakan dan sangat menitikberatkan kegelapan yang akan dihadapi saat musim dingin dibanding suhu dingin itu sendiri. Saat itu saya sama sekali tidak paham apa yang membuat musim dingin sangat begitu kurang disukai oleh teman-temanku yang berasal dari Swedia. Sebagai orang yang terbiasa terpapar dengan matahari di Indonesia hampir sepanjang hari, saya juga tidak tahu apa yang mereka maksudkan dengan darkness/kegelapan itu sendiri. Hingga akhirnya pada pertengahan bulan November, musim dingin pun dimulai.
Perubahan Psikologis yang Terjadi pada Musim Dingin
Memasuki pertengahan bulan November, saya pelan-pelan mulai mengerti apa yang dimaksud oleh teman-teman saya tadi tentang “kegelapan” saat musim dingin di Swedia. Saat itu, terbitnya matahari semakin lambat yaitu sekitar pukul 07.30 pagi dan sudah terbenam pada pukul 15.00 sore. Keberadaan matahari pun semakin singkat memasuki bulan Desember, di mana matahari terbit pada pukul 08.30 pagi dan terbenam sekitar pukul 14.00 siang. Jika di total, cahaya matahari yang didapatkan hanya berlangsung sekitar 6 jam. Di sisi lain, keberadaan matahari yang hanya 6 jam selama November-Januari dalam 1 hari pun tidak selalu muncul atau tidak seterang matahari yang biasa kita dapatkan di Indonesia. Seringkali kondisi cuaca tidak begitu cerah atau berawan, sehingga sebenarnya bisa hingga beberapa hari kita tidak mendapatkan cahaya matahari yang penuh.
Kondisi dan suasana gelap atau berawan yang bisa dibilang berlangsung hingga beberapa hari itu ternyata sangat mempengaruhi kondisi mood dan fisik. Badan terasa lebih mudah lelah dan perasaan lebih gampang murung. Kondisi matahari yang belum terbit di pagi hari dan kondisi di luar jendela yang masih gelap, berpotensi membuat semangat memulai aktivitas jadi lebih menurun. Terutama, berdampak kepada waktu bangun yang menjadi lebih siang. Ditambah lagi, saat pulang dari kuliah sore hari pun matahari tidak muncul dan harus pulang dalam suasana berawan. Kondisi-kondisi tersebut ternyata pelan-pelan berdampak terhadap aktivitas belajar. Kecenderungan untuk berdiam di kasur atau menghabiskan waktu bermalas-malasan–dengan bermain hp atau menonton series tidak pada waktunya menjdi sangat tinggi. Namun, ternyata hal tersebut tidak hanya dirasakan oleh saya pribadi. Sedikit banyak bercerita dengan teman-teman Indonesia di sini, mereka kurang lebih merasakan dampak dari minimnya keberadaan cahaya matahari.
Seperti yang ditulis pada blog Kak Lygian di atas, kurangnya sinar matahari ternyata bisa mengakibatkan kadar serotonin dalam tubuh menurun. Hormon serotonin adalah hormon yang bekerja untuk mengendalikan emosi atau suasana hati, sehingga kurangnya serotonin bisa mengakibatkan perubahan mood. Di lain sisi, keberadaan matahari yang semakin pendek membuat tubuh memproduksi melatonin berlebih, di mana hormon melatonin berperan dalam mengontrol siklus tidur. Saat hormon melatonin berlebih, kondisi tersebut akan memicu tubuh untuk mudah merasa lelah, mengantuk, dan kehabisan energi.
Meminimalkan Dampak Negatif dari Winter Darkness
Menyadari bahwa ternyata dampak negatif dari kegelapan musim dingin terhadap kondisi psikologis kita adalah sesuatu hal yang tidak bisa dihindari, lalu apa yang bisa dilakukan? Di sini saya ingin berbagai tips praktis–dari apa yang rasakan–yang mungkin bisa membantu teman-teman untuk (setidaknya) bisa meminimalkan dampak negatif dalam menghadapi kegelapan musim dingin.
- Stay connected dengan keluarga dan teman-teman
Mungkin saran ini terdengar klise, namun ternyata hal ini sangat penting untuk dilakukan. Kondisi berawan di luar kamar memiliki tendensi untuk kita, sebagai anak rantau, merasa kesepian, terutama saat perkuliahan yang cenderung berlangsung daring. Hal ini bisa dilakukan dengan menjaga komunikasi rutin dengan keluarga dan teman-teman di Indonesia.
Awalnya, tidak terpikir seberapa pentingnya menjaga komunikasi dengan kerabat di Indonesia. Padatnya jadwal kuliah dan kesibukan sebagai mahasiswa, serta perbedaan waktu 5-6 jam membuat kita kadang tidak sempat untuk menjaga komunikasi rutin dengan orang-orang terdekat kita. Tapi ternyata, pada masa adaptasi dan pertama kali bertemu dengan suasana musim salju, komunikasi dengan orang terdekat dapat membantu mengatasi rasa kesendirian di perantauan.
Hal ini juga berlaku dengan relasi kita dengan teman-teman Indonesia yang ada di tempat studi. Menyempatkan waktu untuk bisa masak-masak bersama, menghabiskan waktu di akhir pekan untuk explore kota studi, atau bahkan belajar bersama bisa menjadi cara untuk merasa tidak sendirian dan meningkatkan mood kita menjadi lebih baik. Sambil sesekali juga cerita keluh-kesah pengalaman menghadapi musim dingin atau proses adaptasi 😀
- Sempatkan untuk selalu melakukan aktivitas di luar
Terkadang, gelapnya musim dingin membuat kita lebih malas untuk keluar kamar dan memilih untuk diam di kamar. Tetapi, kalimat “keluar dulu, cari udara segar” saat lagi mumet itu juga berlaku di sini. Dengan menyempatkan waktu untuk keluar minimal 15-30 menit dalam 1 hari, terlepas ada atau tidaknya matahari, bisa membuat kita lebih refreshed dengan menghirup udara segar di luar. Selain itu, keterbatasan matahari selama musim dingin membuat apabila di suatu hari ada matahari penuh (selalu cek di weather apps!) menjadi sangat penting. Selalu sempatkan untuk berjemur selama 10-20 menit di bawah matahari pada waktu-waktu ini! Tentunya dengan menggunakan baju dan jaket layer yang tepat 😀
Melakukan aktivitas di luar juga bisa dilakukan dengan berolahraga lari (tentu dengan baju olahraga musim dingin dan temperatur yang tepat) atau memilih untuk belajar di perpustakaan kampus dibandingkan di kamar. Bertemu dengan orang lain atau melihat kondisi di luar dapat membantu kita untuk menyegarkan pikiran dan tendensi perasaan murung yang muncul.
Terlepas dari gelapnya yang muncul, ternyata winter juga menyajikan keunikannya sendiri. Selama musim dingin, akan tersedia banyak ice rink yang disediakan secara gratis oleh pemerintah. Dengan hanya membawa sepatu ice skate–yang tentu dapat dibeli dengan harga murah di secondhand marketplace–kita bisa menikmati ice rink sepuasnya. Sebagai orang dari iklim tropis, melakukan ice skating adalah hal yang perlu dilakukan! Informasi terkait lokasi ice rink bisa dilihat di laman ini https://motionera.stockholm/hitta-skridskois/.
Sebagai tambahan, ada beberapa event yang biasanya hanya dilakukan semasa musim salju saja, dan hal ini bisa kalian cek di fitur ‘Event’ pada Facebook. Event tersebut bisa berupa hiking, outdoor activity, kelas menari, dan sebagainya. Bagi mahasiswa Stockholm, salah satu event dari KTH student association bisa diakses di sini https://ths.kth.se/en/list.
- Mengatur kondisi dan suasana kamar
Salah satu hal terberat dari suasana gelap saat musim salju adalah mengatur mood agar bisa belajar kondusif, karena terkadang kondisi mood bisa mengurangi semangat untuk memulai belajar. Hal ini bisa diminimalkan dengan mengatur kondisi kamar.
- Pencayahaan kamar
Mempunyai pencahayaan lampu yang sesuai untuk aktivitas belajar ternyata sangat penting. Tipe lampu yang biasa digunakan di Stockholm adalah lampu dengan jenis “warm” yang berbeda dengan di Indonesia. Apabila kita tidak terbiasa dengan jenis pencahayaan tersebut, akan lebih mudah untuk terdampak dari suasana mendung di luar kamar. Sehingga, menyesuaikan jenis pencahayaan yang bisa membantumu membuat suasana di kamar lebih “bercahaya” perlu dilakukan untuk membuat kondisi belajar lebih kondusif. Selain itu, pencahayaan kamar juga bisa ditambah dengan menyalakan lilin untuk membantu ‘mencerahkan’ suasana di kamar.
- Suhu kamar yang hangat
Pada beberapa housing, heater akan berfungsi secara terpusat, dan pada saat tertentu, hangatnya heater bawaan di dalam kamar belum cukup. Oleh karena itu, memiliki heater tambahan bisa menjadi saran untuk mengatur suhu di kamar (namun jangan lupa tetap pastikan apakah additional heater diizinkan atau tidak pada aturan akomodasi kalian). Selain untuk memiliki kamar yang hangat, hilangnya “rasa sejuk/dingin” di dalam kamar dapat meminimalisir keinginan untuk lebih lama meringkuk di kasur dan berpindah ke meja belajar 😀
- Rencana belajar
Suatu hal yang mungkin terdengar tidak penting, tapi ternyata suasana gelap musim dingin lebih mudah menarik kita untuk menunda tugas-tugas. Dengan mempunyai belajar yang tersusun namun realistis dalam 1 hari bisa membuat kita lebih memiliki panduan bahwa ada aktivitas yang perlu dilakukan dan diselesaikan pada hari tersebut.
Tiga hal di atas tidak terlepas dari saran untuk mengkonsumsi vitamin D, dan pastinya melakukan ibadah kepada Sang Pencipta :). Last but not least, gelapnya musim dingin pada akhirnya pasti akan terjadi dan tidak bisa kita atur. Tetapi faktanya, setiap musim pasti akan selalu berganti sepanjang tahun! Hopefully, you can always find your own light amidst the darkness of the winter!
Sri Pascarini Agustina
Editor: Jessika
Sustainable Urban Planning and Design
KTH Royal Institute of Technology