Sejak pertama kali ke Swedia dulu pada tahun 2013 untuk pelatihan kerja, hingga sekarang melanjutkan pendidikan, saya selalu mendapat pertanyaan ini. Kenapa bukan negara lain? Kan negara maju itu ada banyak dan bukan itu saja. Malah ada yang sangsi karena Swedia tidak se-terkenal negara adidaya lain seperti Amerika Serikat, atau Jerman. Saya sendiri suka jika ada orang bertanya seperti ini, selain saya bisa menceritakan pada mereka tentang sesuatu yang mereka belum tahu, saya juga dapat bercermin dan memastikan kembali alasan saya datang ke Swedia.
Alasan-alasan yang saya sebutkan ini, semuanya berkaitan dengan misi sosial kita sebagai pelajar dan juga putra-putri Indonesia, yaitu membuat Indonesia lebih baik lagi.
Budaya yang baik
Beberapa hari lalu saya mendengar tentang konsep ini: bahwa budaya itu lebih besar dan lebih penting daripada pendidikan. Setelah berpikir dalam tentang kalimat tersebut, saya merasa hal itu ada benarnya. Katanya, pendidikan itu tujuan akhirnya adalah menciptakan budaya yang baik, menjadikan bumi ini tempat yang lebih nyaman untuk kita semua. Pikiran saya, pintar tapi tidak berbudaya, lebih buruk daripada berbudaya walaupun tidak pintar. Contoh, saya sendiri lebih bahagia melihat anak kecil menyebrangkan seorang nenek di jalan raya daripada anak yang pandai berbahasa inggris.
Karena budaya itu penting, saya jadikan alasan pertama dalam tulisan ini. Swedia itu punya keduanya, baik pendidikan maupun budaya yang sangat maju, berdasarkan opini pribadi saya. Diantara budaya atau sifat orang Swedia yang sangat saya sukai adalah: Lagom, sederhana, efisien, saling menghormati, dan sadar kesehatan.
Lagom adalah satu istilah Swedia yang berarti: tidak kurang, tidak lebih. Aplikasi Lagom ini membentuk sifat sederhana, apa adanya, tidak memiliki sesuatu yang berlebihan seperti rumah yang terlalu besar, belanja yang terlalu banyak, atau keinginan yang melebihi apa yang kita sanggupi. Sederhananya orang Swedia dapat dilihat dari keadaan rumah mereka yang kebanyakan sama dengan rumah tetangganya. Modelnya, ukurannya, warna catnya, tidak berlebihan sama sekali. Dalam belanja, saya juga memperhatikan bahwa yang dibeli pada umumnya yang diperlukan saja.
Kemudian ada budaya kerja yang efisien. Dalam bekerja, orang Swedia seperti kita, 8 jam kerja ada 2 kali waktu minum kopi dan 1 kali waktu makan siang. Tetapi hasil kerjanya bagus sekali, karena itu tadi, mereka efisien. Ketika bekerja, ya bekerja. Tidak seperti saya yang sambil belajar, terkadang buka media sosial. Budaya kerja efisien ini juga membentuk kebiasaan pulang tepat waktu. Keseimbangan kerja dan pribadi, kata mereka. Sehingga disini jika ada orang yang lembur tanpa diminta, akan dilihat sebagai orang yang kerjanya tidak efisien. Siklus ini membuat semua orang ingin bekerja efisien dan pulang tepat waktu. Siklus yang positif sekali, menurut saya.
Saling menghormati terlihat dari bagaimana orang Swedia hidup berdampingan bersama para imigran korban perang Suriah dan negara lainnya. Sudah sejak lama juga pengungsi dari Turki dan Irak datang dan menetap di Swedia. Tidak pernah ada masalah sosial yang besar, semuanya hidup berdampingan dengan baik. Tidak melihat asalnya ataupun agamanya. Islam yang disini menjadi minoritas pun, sudah dapat membangun beberapa masjid. Hak dan ruangan untuk beribadah diberikan.
Budaya terakhir yang saya sangat sukai adalah kesadaran akan kesehatan. Sudah sejak dini, orang-orang Swedia rajin berolahraga. Ketika pertama kali saya datang kesini, hal tersebut yang saya bisa lihat. Hampir semua waktu, semua tempat, saya melihat orang jogging di jalan. Atapun naik sepeda ke kampus atau ke kantor. Hampir semuanya berpostur tubuh bagus. Kawan saya Aksa pernah bertanya pada salah satu teman Swedia nya, kenapa ia rajin berolahraga sejak kecil. Temannya berkata, ”Aku tidak ingin sakit keras ketika aku berumur 30”. Aksa juga berkata pada saya, ”Kalau di Indonesia, anak muda makan makanan kurang sehat dan bilang: mumpung masih muda”. Terbalik ya?
Ilmu dan teknologi yang maju
Swedia juga terlihat sekali menyukai ilmu dan teknologi. Sejak revolusi industri, teknologinya terus berkembang hingga sekarang. Pemerintah melalui badan universitasnya giat sekali dalam melakukan riset dan penelitian dalam berbagai bidang. Disini pendidikan doktoral atau menjadi peneliti sudah umum dan banyak dilakukan oleh hampir semua kalangan.
Iklim usawahan yang kuat
Sejak booming nya Sillicon Valley di Amerika Serikat, iklim Start-Up dan usaha kecil menengah juga mengalami peningkatan yang signifikan di Swedia. Bukan dari kalangan pebisnis saja, sekarang banyak sekali mahasiswa dan pemuda yang menjalani usaha di bidang yang mereka sukai. Inovasi dan wirausaha. Pemerintah pun mendukung perkembangan Start-Up dikalangan anak muda dengan memberikan bantuan seperti pinjaman, ataupun pelatihan-pelatihan yang diperlukan. Hampir disemua universitas, terdapat juga bagian yang khusus membantu mahasiswanya dalam berinovasi dan berkreasi dalam idenya.
Kualitas pendidikan yang tinggi
Sudah bukan rahasia lagi, kalau kualitas pendidikan di Swedia memang tinggi. Hampir semua teman yang saya tanya, pasti akan setuju pada pendapat tersebut. Bukan hanya dibandingkan dengan Indonesia, saya yang dulu studi sarjana di Malaysia pun, mengalami ”kejutan” yang cukup besar setelah mulai belajar disini. Bisa diartikan belajar disini sangat sulit karenanya, tapi juga dengan bobot pendidikan seperti ini, akan membentuk pemuda-pemuda yang lebih berkualitas dalam sisi pendidikan.
Membina jaringan internasional
Alasan lain yang tidak kalah penting adalah, datang ke Swedia membuat kita dapat menambah hubungan dan memperluas jaringan pertemanan dengan orang-orang internasional. Hal ini penting karena untuk membangun Indonesia, kita mungkin juga akan memerlukan bantuan dari jaringan luar negeri itu, baik bantuan langsung maupun tidak langsung. Saya bayangkan, mungkin saja dua dari sepuluh teman luar negeri kita, nantinya akan menjadi pemimpin negara atau tokoh penting, dengan begitu dapat menjadi aset yang baik untuk masa depan Indonesia.
Masih banyak lagi alasan yang dapat saya jabarkan sebenarnya, tapi secara umum, kelimat poin tadi yang utama dan saya rasa cukup banyak dirasakan oleh teman-teman mahasiswa Indonesia lain yang belajar disini.
Karena belajar di luar negeri itu bukan hanya belajar ilmu, tapi juga belajar hidup. Dan jika kita mengambil sedikit saja kebaikan dari luar untuk dibawa ke rumah (Indonesia), pasti Indonesia bisa bangkit dan menjadi lebih maju lagi.
Ditulis oleh: Satu Cahaya Langit
1 thought on “Kenapa Swedia?”