Publikasi riset pada sebuah jurnal ilmiah tentu merupakan hal yang akrab untuk akademisi, begitu juga dengan mahasiswa, terutama yang menempuh studi di jenjang doktoral. Bagi mahasiswa doktoral, ada persyaratan publikasi jurnal dengan jumlah yang berbeda untuk tiap kampus, namun biasanya tiga publikasi jurnal sebelum boleh mengajukan diri untuk menjalani defense doktoral.
Publikasi acap kali dijadikan tolak ukur untuk mengetahui kualitas atau kemampuan riset seorang akademisi. Ada berbagai parameter yang tersedia, seperti jumlah publikasi, impact factor publikasi, dan H-index yang bisa digunakan untuk mengevaluasi sebuah publikasi riset.
Impact factor dari sebuah jurnal adalah rerata sebuah jurnal disitasi selama kurun tahun tertentu. Di dunia akademik, ada dua macam indeks jurnal yang lazim dipakai untuk mengevaluasi sebuah jurnal, yaitu Scopus index yang dipublikasi oleh Elsevier, dan Journal citation report (JCR) yang diproduksi oleh Web of Science.
Universitas di Swedia dan berbagai universitas lain di Skandinavia memprioritaskan indeks jurnal Norwegian publication list yang disusun oleh the Norwegian Universitets og hogskolerådet (UHR) (informasi lebih lanjut mengenai Norwegian publication list) atau Danish publication list yang disusun oleh the Danish Forsknings och innovationsstyrelsen (informasi lebih lanjut mengenai Danish publication list). Alternatif lain, apabila suatu jurnal tidak terindeks atau memiliki ranking rendah di kedua indeks tersebut, JCR dapat digunakan untuk mengevaluasi sebuah jurnal.
Evaluasi jurnal semacam ini dalam dunia akademik merupakan suatu hal yang diperlukan oleh universitas. Pengevaluasian ini berhubungan dengan kompensasi dana yang akan didapatkan suatu grup riset (atau para peneliti) dari universitas yang menaungi. Evaluasi ini juga digunakan untuk menilai kualitas pekerjaan para peneliti yang bekerja di suatu kampus. Peneliti yang bisa mempublikasikan risetnya di jurnal dengan level yang tinggi tentu akan dianggap mampu memberikan pekerjaan dengan hasil yang lebih memuaskan.
Penggunaan indeks dari Norwegian list, Danish list dan JCR ini berbeda dengan sebagian besar negara Asia yang menggunakan Scopus index sebagai pedoman mengevaluasi output riset. Di Asia, misal di Indonesia, Scopus index selalu menjadi top of mind jika sudah berbicara tentang pengukuran kualitas publikasi riset di jurnal internasional.
Perbedaan prioritas penggunaan indeksasi jurnal ini terkadang menjadi dilema bagi peneliti, termasuk mahasiswa, dalam merencanakan publikasi risetnya. Ada kalanya sebuah jurnal yang terindeks sangat baik di Scopus index, justru terindeks rendah di JCR, atau bahkan tidak terindeks sama sekali. Begitu juga sebaliknya.
Hal ini penting karena beberapa peneliti ingin membangun portofolio yang baik agar menjadi modal kelak jika ingin berkarir di dunia akademik universitas Asia. Namun kalangan akademik Swedia, yang menjadi kolega risetnya, tidak terlalu memikirkan Scopus index, melainkan justru mengutamakan Norwegian/Danish list.
Perlu diketahui bahwa universitas-universitas di Asia lebih menghargai riwayat publikasi Scopus index karena mereka sangat antusias dengan kenaikan ranking universitas. Dan portofolio publikasi Scopus mendapatkan nilai tersendiri karena publikasi Scopus merupakan salah satu faktor yang digunakan Times Higher Education (institusi pemeringkatan universitas) dalam menentukan ranking universitas dunia.
Gambar berikut menunjukkan universitas-universitas Swedia yang tidak mendominasi puncak ranking universitas di beberapa daftar peringkat kampus dunia.
Gambar 2: Peringkat 10 universitas di Swedia berdasar beberapa institusi pemeringkat
Sementara itu, seperti yang pernah saya tulis dalam artikel Menyoal Ranking Universitas di Swedia, Pentingkah untuk Karirmu?, akademisi Swedia tidak terlalu ambisius untuk meningkatkan ranking universitasnya di dalam daftar ranking universitas dunia tahunan yang dikeluarkan oleh Times Higher Education.
Oleh karena hal ini, peneliti di Swedia, termasuk mahasiswa, terutama yang berasal dari Asia dan akan berkarir di Asia, perlu untuk mengantisipasi adanya perbedaan pedoman indeksasi jurnal ilmiah ini. Ada baiknya peneliti muda di Swedia tersebut merencanakan dan menegosiasikan terlebih dahulu jauh hari sebelum pengiriman draft artikel ke jurnal, mengenai pemilihan jurnal yang baik dan tepat dan dapat memberikan solusi yang saling menguntungkan antara si peneliti muda, supervisor-nya dan kampus tempat mereka bernaung.
Artikel saya yang lain:
Kebijakan Open Access di Swedia
Potensi kontribusi alumni Swedia bagi Indonesia
Menyoal ranking universitas di Swedia, pentingkah untuk karirmu?
Beragam Keuntungan Kuliah S3 di Swedia
Temukan kesempatan S3-mu di Swedia, di sini!
Kisah (Tidak) Sedih dari Ujung Dunia
Gaji Mahasiswa Doktoral Swedia
Rayendra
Division of Operation and Maintenance
Luleå University of Technology
Editor: Badai Kesuma
Sumber foto: Gerald – Pixabay