Oleh: Satrya Rudana
UNFCCC atau United Nation Framework Convention on Climate Change merupakan kesepakatan international terkait dengan perubahan iklim yang pertama kali disepakati di Rio de Janiero, Brazil pada tahun 1992, dan mulai berpengaruh pada tahun 1994. Tujuan utama dari UNFCCC ini yaitu menstabilkan tingkat konsentrasi efek gas rumah kaca di atmosfer, dengan mencegah perilaku manusia yang berbahaya bagi iklim.
Pada tanggal 19-23 Oktober lalu, tepatnya di kota Bonn, Jerman, digelar konfrensi sebaga salah satu kegiatan rangkaian besar UNFCCC tahun 2015. Konferensi di Bonn tersebut memiliki agenda negosiasi teks kesepakatan yang akan digunakan dalam pertemuan berikutnya di Paris pada November mendatang.
Arlita Rachmawati Rahman, salah satu mahasiswi Indonesia asal Bandung yang sedang belajar di Swedia, berkesempatan untuk hadir dalam konferensi tersebut sebagai observer dari Uppsala University, tempat ia menempuh studi S2 Sustainable Development saat ini.
Di konferensi tersebut, Arlita bertemu dengan beberapa delegasi Indonesia yang merupakan gabungan dari Kementerian Luar Negeri, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kehutanan, serta Kementerian Komunikasi dan Informatika. Delegasi yang berjumlah 20 orang tersebut, memiliki peran penting dalam mewakili Indonesia di UNFCCC. Dalam pertemuan yang singkat dengan beberapa anggota delegasi Indonesia, Arlita memberikan aspirasinya mengenai intergenerational equity and education, dengan harapan pandangannya mampu diteruskan sebagai salah satu bahasan penting di Indonesia terkait dengan perubahan iklim.
Perempuan yang pernah juga menempuh studi di SMA 3 dan Universitas Padjajaran ini menyampaikan bahwa setelah ia menyelesaikan studinya di Uppsala University, ia memiliki visi untuk kembali ke Indonesia, memberikan kontribusi nyata dalam mencegah perubahan iklim di dunia dengan bergabung dalam pemerintahan.
Arlita mengatakan, efek buruk dari perubahan iklim masih sangat sulit untuk bisa diatasi dalam jangka pendek. Oleh karena itu, penting bagi kita semua untuk selalu siap dan jangan pasrah atas kondisi tersebut. Banyak hal yang masih bisa kita lakukan, untuk membantu mengurangi efek buruk dari terjadinya perubahan iklim.
- Be well educated.
Masih banyak masyarakat yang belum paham atas besarnya efek perubahan iklim untuk kehidupan manusia di masa depan. Arlita percaya bahwa people movement is possible. Jika kesadaran masyarakat luas sudah tinggi atas perubahan iklim, maka tidaklah sulit untuk mencegah kerusakan lebih lanjut dari efek perubahan iklim.
- Kurangi konsumsi daging.
Sejak 2014, Arlita sudah mengurangi konsumsi daging sapi karena ia sadar bahwa salah satu kontributor utama gas rumah kaca berasal dari animal agriculture. Gas methan (CH4) yang dihasilkan dari kotoran ternak, yang merupakan salah satu gas rumah kaca, bersama dengan karbon dioksida (CO2), dinitrogen oksida (N2O), hidrofluorokarbon (HFC), perfluorokarbon (PFC), dan sulfur heksafluorida (SF6).
Dengan mengganti asupan protein dari daging, dengan ikan atau kacang-kacangan, kita masih dapat mendapatkan nutrisi yang cukup dan membantu mencegah produksi emisi gas rumah kaca.
- Jadilah konsumen yang cerdas dan bertanggung jawab.
Selain dari konsumsi daging, banyak produk lain juga yang memiliki potensi mendukung efek buruk perubahan iklim, misal dalam produksi elektronik dan pakaian. Arlita berpendapat bahwa, jadilah konsumen yang sadar tentang produk yang kita konsumsi. Jangan hanya membeli barang karena murah, namun juga tingkatkan kesadaran akan efek yang ditimbulkan dari proses produksi, distribusi, atau aspek lain dari produk tersebut. Selain itu perilaku over konsumtif juga harus dihindari, agar tidak menimbulkan limbah dari produksi yang berlebihan.
Awesome Article